BTT Sisa Rp5 Miliar, Penanganan Abrasi di Mataram Terganjal Status Darurat Bencana
Mataram (NTBSatu) – Ancaman abrasi dan banjir rob di wilayah pesisir Kota Mataram, terutama di kawasan Bintaro dan sekitarnya, kini mencapai titik kritis.
Namun hingga kini, Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram belum bisa bergerak cepat menggunakan sisa dana Belanja Tidak Terduga (BTT) sekitar Rp5 miliar, karena pencairannya terganjal oleh belum adanya penetapan status darurat bencana.
Plt Kepala Pelaksana BPBD Kota Mataram, Akhmad Muzaki mengatakan, dana BTT menjadi satu-satunya sumber pembiayaan cepat untuk penanganan fisik berskala besar. Sayangnya secara aturan, dana itu baru dapat cair setelah Wali Kota menetapkan status darurat bencana.
“Kalau tidak salah, sisa dana BTT kita sekitar Rp4 miliar sampai Rp5 miliar. Tapi untuk bisa dicairkan, harus menunggu status darurat ditetapkan,” jelas Muzaki, Rabu, 12 November 2025.
Ia menuturkan, total anggaran BTT tahun ini mencapai Rp7 miliar dan Pemkot Mataram telah menggunakannya sekitar Rp2 miliar untuk penanganan tanggap darurat lainnya. Berdasarkan aturan, pencairan dana BTT bisa dalam waktu 1 x 24 jam begitu penetapan status darurat.
“Begitu status darurat ditetapkan, anggaran bisa keluar secepatnya. Tapi kalau belum, kami tidak bisa melakukan penanganan besar di lapangan,” katanya.
Meski abrasi dan banjir rob terus menggerus garis pantai, Pemkot Mataram belum menetapkan status darurat. BPBD mengaku masih menunggu kajian teknis dan hasil evaluasi kondisi lapangan, sebagaimana dalam pedoman Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Penetapan status darurat itu harus melalui tahapan teknis. Kami tunggu eskalasi dampaknya, karena harus disepakati dalam rapat bersama seluruh OPD, BMKG, dan stakeholder lainnya,” ujar Muzaki.
Penanganan di Titik Paling Rawan
Menurutnya, penanganan abrasi di pesisir Mataram tidak bisa secara parsial. Perlu pembangunan tanggul atau breakwater sepanjang 9 kilometer agar penanganan benar-benar efektif. Namun, keterbatasan fiskal membuat pemerintah hanya bisa menanganinya sebagian kecil setiap tahun.
“Kalau hanya sebagian, ombak akan bergeser ke sisi lain dan menyebabkan kerusakan baru. Kondisi ini yang kami hadapi sekarang,” jelasnya.
Ia mencontohkan, Dinas PUPR Kota Mataram sempat melakukan penanganan darurat awal tahun ini, tetapi hanya mampu memperbaiki beberapa ratus meter tanggul. Dampaknya, hempasan ombak justru berpindah ke sisi lain dan menggerus jembatan serta area pemukiman warga.
Kini, Pemkot Mataram bersama dinas teknis sedang menghitung ulang kebutuhan biaya dari sisa dana BTT untuk menangani titik-titik paling rawan. Langkah ini sembari menunggu proyek penanganan permanen dari Pemerintah Pusat, yang kemungkinan baru terealisasi dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
“Sementara ini kita fokus dulu pada penanganan titik paling kritis. Untuk solusi permanen, kita masih menunggu intervensi proyek dari Pemerintah Pusat,” tutup Muzaki. (*)



