Pemerintahan

Pengamat Nilai Belum Diserahkannya KUA-PPAS Bisa Pengaruhi Pembahasan APBD

Mataram (NTBSatu) – Akademisi sekaligus Pengamat Ekonomi Universitas Mataram (Unram), Dr. Iwan Harsono menyoroti keterlambatan eksekutif menyerahkan rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB tahun anggaran 2026.

Menurutnya, keterlambatan penyampaian rancangan KUA-PPAS oleh Pemprov NTB kepada DPRD adalah indikator disiplin perencanaan fiskal belum berjalan optimal.


Padahal, dalam sistem pengelolaan keuangan daerah, KUA–PPAS merupakan jembatan krusial antara Rencana Pembangunan tahunan (RKPD) dan penyusunan RAPBD.

“Fondasi APBD yang kuat dimulai dari KUA–PPAS yang disusun dengan benar, tepat waktu, dan berbasis data — bukan sekadar formalitas. Tetapi instrumen strategis untuk memastikan setiap rupiah publik memberi manfaat bagi masyarakat NTB,” jelasnya kepada NTBSatu, Rabu, 29 Oktober 2025.

Ia menyebut, keterlambatan ini juga sejatinya bukan hanya masalah teknis, tetapi cerminan dari budaya birokrasi yang belum disiplin waktu.

“Namun demikian, situasi ini masih dapat diperbaiki melalui langkah cepat, terbuka, dan kolaboratif antara eksekutif dan legislatif,” ungkapnya.

Berdasarkan ketentuan nasional, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020 Pasal 90 Ayat (3) dan diperkuat oleh Permendagri Nomor 14 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2026), rancangan KUA–PPAS seharusnya diserahkan oleh Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat minggu ke-II bulan Juli tahun sebelumnya.

“Artinya, untuk APBD NTB 2026, batas waktu ideal penyerahan seharusnya pada minggu kedua bulan Juli 2025,” katanya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unram ini menegaskan, jika hingga akhir Oktober 2025, eksekutif belum menyerahkan rancangan KUA-PPAS, maka tahapan tersebut telah melampaui tenggat waktu normatif selama lebih dari tiga bulan.

“Tentu ini menimbulkan konsekuensi terhadap jadwal pembahasan selanjutnya,” ujarnya.

Menurutnya, keterlambatan penyerahan KUA–PPAS otomatis menekan waktu pembahasan di DPRD. Fungsi budget review dan policy debate DPRD akan terpaksa dilakukan dalam waktu yang lebih sempit.

Padahal, kata Dr. Iwan, pembahasan dokumen ini seharusnya secara bertahap mulai Juli hingga Agustus. Tujuannya, menghasilkan kesepakatan bersama paling lambat minggu ke-II bulan Agustus.

“Fakta hingga 29 Oktober 2025 rancangan belum diterima membuat DPRD harus bekerja dalam kondisi time pressure,” ungkapnya.

Bisa Menurunkan Kualitas Anggaran dan Partisipasi

Secara teori dan praktik, lanjut Alumni University of New England ini, waktu pembahasan yang sempit berisiko menurunkan kualitas analisis anggaran dan partisipasi substantif dari legislatif.

“Dalam pengalaman saya mendampingi beberapa pemerintah daerah, kualitas APBD sangat ditentukan oleh kualitas proses KUA–PPAS,” jelasnya.

Keterlambatan tahap ini membuat proses sinkronisasi antar-SKPD berkurang, sehingga asumsi fiskal (pendapatan, belanja, dan pembiayaan) tidak sempat diuji konsistensinya.

Kemudian, prioritas pembangunan rentan bergeser dari arah kebijakan awal RKPD. Serta, DPRD kehilangan waktu untuk menguji rasionalitas belanja publik.

“APBD yang berkualitas harus ditopang oleh KUA–PPAS yang disusun tepat waktu, berbasis data, dan melalui dialog antar-pihak secara terbuka,” terangnya.

Dengan waktu yang sangat terbatas hingga Desember, lanjutnya, kualitas perencanaan berisiko bergeser dari analitis menjadi administratif, dari berbasis kebutuhan publik menjadi sekadar mengejar batas waktu formal.

Keterlambatan Penyerahan Berdampak hingga Penetapan

Keterlambatan penyerahan KUA–PPAS akan berantai hingga tahap penetapan APBD. Bahkan, bila kesepakatan baru dicapai di akhir tahun, maka akan berdampak pada sejumlah hal.

Misalnya, penyusunan DPA, dokumen tender, dan procurement plan menjadi terlambat. Kemudian, pelaksanaan proyek strategis tertunda ke pertengahan tahun. Serta, penyerapan anggaran triwulan pertama menjadi rendah.

“Akhirnya, realisasi APBD menumpuk di akhir tahun anggaran. Dalam konteks pembangunan daerah, ini berarti efektivitas APBD 2026 akan melemah pada semester pertama. Terutama, untuk proyek infrastruktur dan layanan publik yang memerlukan kontrak jangka panjang,” jelasnya.

Ia menjelaskan, berdasarkan regulasi, keterlambatan ini bisa berujung pada pemberian sanksi administratif terhadap eksekutif oleh Kemendagri.

Permendagri Nomor 14 Tahun 2025 Pasal 8 menegaskan, Kemendagri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepatuhan pemerintah daerah dalam tahapan penyusunan APBD.


Jika ketentuan waktu tidak dipatuhi tanpa alasan rasional, Kemendagri dapat memberikan teguran dan evaluasi administratif kepada pemerintah daerah.

“Namun, saya perlu tekankan pendekatan regulasi Kemendagri bersifat pembinaan, bukan penindakan,” jelasnya.

Namun yang lebih penting, kata Dr. Iwan, bukanlah pada persoalan sanksi. Tetapi upaya korektif, bagaimana pemerintah daerah memperbaiki manajemen waktu, memperkuat koordinasi TAPD, dan memastikan dokumen KUA–PPAS segera dibahas dengan DPRD agar tidak mengganggu siklus RAPBD.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar eksekutif segera menyerahkan rancangan KUA–PPAS, meskipun belum sempurna, agar pembahasan formal dapat dimulai.

“Tahapan berikutnya bisa disempurnakan bersamaan dengan proses pembahasan DPRD,” ujarnya.

Ia juga meminta eksekutif menyampaikan secara terbuka kepada DPRD dan publik alasan keterlambatan, serta strategi percepatan pembahasan. Bentuk tim pembahasan teknis gabungan TAPD–DPRD yang fokus pada program prioritas dan rasionalisasi anggaran.

Selain itu, meminta Pemprov menggunakan prinsip transparansi data dan realisme fiskal sebagaimana Pasal 5 Permendagri Nomor 14 Tahun 2025. Agar KUA–PPAS selaras dengan kemampuan keuangan daerah dan arah kebijakan fiskal nasional.

“Pertahankan kualitas substansi — hindari pembahasan yang hanya administratif; tekankan analisis manfaat, value for money, dan keterkaitan antar-program,” sarannya. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button