Pemerintahan

Merasa Tertinggal Puluhan Tahun, Tokoh Bima-Dompu Minta Perhatian Pemprov NTB

Mataram (NTBSatu) – Sejumlah tokoh lintas latar belakang mendatangi Kantor Gubernur NTB, Senin, 20 Oktober 2025. Mereka mempertanyakan bentuk perhatian pemerintah terhadap tiga daerah bagian Timur, Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu. Mulai dari sektor pembangunan infrastruktur, termasuk potensi pengembangan pariwisata dan ekonomi.

“Sudah 20 tahun, bahkan sejak reformasi, kami di Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu terus tertinggal. Makanya, kami hadir untuk dialog dengan Gubernur dan Wakil Gubernur. Seperti apa bentuk perhatiannya,” kata H. Arsyad Gani, salah satu tokoh masyarakat yang hadir.

Para tokoh yang hadir dari lintas profesi, termasuk akademisi sejumlah kampus di Mataram dan Bima. Sedianya mereka ingin bertemu Gubernur, Lalu Muhamad Iqbal, namun berhalangan. Akhirnya Wakil Gubernur, Indah Dhamayanti Putri menemui mereka.

Hadir sejumlah Anggota DPRD Provinsi NTB Dapil VI dari kalangan legislatif. Sementara pendamping Wakil Gubernur, Bappeda, Dinas PUPR, Dinas Koperasi dan UMKM, Peternakan, Perikanan, dan Biro Administrasi Pembangunan.

Arsyad Gani bersyukur, Wakil Gubernur merespons usulan mereka terhadap rancangan pembangunan di tiga daerah tersebut. “Bahkan sudah masuk di APBD Perubahan 2025 dan APBD 2026,” kata Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat) ini.

Usulan mereka dalam perencanaan dan penganggaran tahun 2026 untuk dua objek Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Teluk Bima dan Samota yang butuh intervensi Pemprov NTB karena Pemda terbatas secara fiskal.

“Dua teluk ini punya banyak potensi. Seperti pariwisata dan perikanan untuk dongkrak ekonomi. Kita minta ini yang masuk dalam prioritas,” ujarnya.

Tokoh masyarakat juga ingin intervensi lewat program Desa Berdaya, unggulan duet Iqbal-Dinda. “Usulan kita, agar Desa Berdaya ini memberdayakan masyarakat setempat. Supaya daerah bisa berkembang. Tidak hanya pariwisata, tetapi potensi industri, ketahanan pangan dan banyak lagi potensi lainnya,” paparnya.

Pemprov menginformasikan, empat sampai lima Desa Berdaya sudah masuk percontohan untuk wilayah Bima. Mereka memanfaatkan kesempatan itu untuk mendorong penyelesaian dampak bencana di Wera dan Ambalawi yang menjadi sumber polemik. Para tokoh mendorong perbaikan jalan, irigasi, dan jembatan.

Disparitas Pembangunan

Selama ini para tokoh merasakan ketimpangan pembangunan antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dari semua aspek. Program pembangunan selama ini hanya terkonsentrasi di Pulau Lombok. Investasi yang masuk juga sangat minim.

“Kalau pun menyeberang ke Pulau Sumbawa, hanya sampai Sumbawa saja,” ujar Arsyad lagi.

Ia mencontohkan, fokus pemerintah menyukseskan MotoGP dan event besar lainnya di Pulau Lombok. Tetapi setidaknya ada solusi untuk sektor pariwisata. Pemprov NTB merencanakan event kelas dunia di Pantai Lakey Dompu.

Mencuat, salah satu kendala sulitnya investasi, akibat aksesibilitas dan akomodasi yang kurang mendukung. Padahal menurut Arsyad Gani, hotel dan homestay cukup mendukung.

“Semua usulan sudah direspons Bu Wagub. Kami berharap usulan usulan ini masuk APBD 2026,” lanjutnya.

Menurut rencana, konsolidasi para tokoh itu akan diperkuat dengan membentuk kelembagaan, agar advokasi pembangunan di wilayah Timur lebih konkret.

Aspirasi Dewan Dapil VI

Anggota DPRD Provinsi NTB Dapil VI, Muhammad Aminurlah yang hadir saat pertemuan, mengapresiasi langkah para tokoh menemui langsung pimpinan daerah.

Kesempatan itu menjadi ruang menyampaikan aspirasi dan mendorong Pemprov NTB adil dalam pembangunan di Kota Bima, Dompu dan Kabupaten Bima. Khususnya arah pembangunan 2026.

“Banyak potensi yang tidak dipandang sebelah mata dalam perencanaan dari Provinsi NTB. Karena itu, mereka perlu dilibatkan dalam master plan. Saya sampaikan ke Bu Wakil Gubernur, dalam menyusun master plan, apa yang perlu dibangun di sana,” ujar Maman, sapaannya. Seperti sembilan KSP di Pulau Sumbawa.

Tetapi setidaknya, dari sembilan KSP, dua objek Samota dan Teluk Bima bisa terealisasi tahun depan. Sebenarnya, sederet aspirasi masyarakat itu sudah ia sampaikan berkali-kali ke eksekutif sebagai tanggungjawabnya wakil Dapil VI. Namun ia mengakui, meski punya kewenangan, tetapi aksesnya pada dokumen APBD terbatas.

“Saya minta maaf ke Bu Wagub, saya harus sampaikan, selama ini sangat terbatas membuka secara teknis, bentuk pengawasan kita pada pelaksanaan APBD. Tidak ada yang bisa dibahas,” ungkapnya.

Selama ini, pembahasan terbuka hanya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan. Justru tak ada satu pun program yang bisa ia intervensi. “Bentuk pengawasan kita pada APBD tidak ada,” sesalnya.

Ia juga mempertanyakan sejauh mana target program Desa Berdaya, berapa angkanya untuk NTB. Khususnya konsepnya untuk pengembangan pariwisata.

“Pada prinsipnya, saya mendukung langkah para tokoh masyarakat ini. Apalagi dibentuk kelembagaan. Saya merespons baik yang ini,” tambahnya.

Hingga berita ini naik, pihak Pemprov NTB belum ada yang memberikan respons. Termasuk sejumlah pejabat yang ikut saat pertemuan itu. Seperti Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB, Ahmad Mashuri. “Saya tidak enak melangkahi,” ujarnya kepada NTBSatu.

Demikian Kepala Biro Adpim Setda Provinsi NTB, Khairul Akbar dan Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri, juga belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi NTBSatu belum membuahkan hasil. (HAK/MYM)

Berita Terkait

Back to top button