HEADLINE NEWS

Ekonomi NTB Kontraksi, Komisi III Desak Operasional Smelter dan Relaksasi Ekspor Berjalanan Paralel

Mataram (NTBSatu) – Komisi III DPRD NTB mendorong pemerintah segera membuka kebijakan keran ekspor konsentrat PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Saat bersamaan, Smelter perusahaan tambang emas dan tembaga itu segera berfungsi. Setidaknya, dapat jadi solusi mendongkrak pertumbuhan ekonomi NTB yang mengalami kontraksi.

Dorongan itu mencuat dari Komisi III DPRD NTB saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan manajemen PT AMNT, Senin, 13 Oktober 2025.

“Jadi harus paralel. Smelter jalan sesuai kemampun dan ekspor juga jalan. Dengan cara itu, pasti pertumbuhan ekonomi NTB positif,” kata Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi kepada NTBSatu mengungkapkan hasil RDP dengan PT AMNT.

Sebagai ulasan, pada triwulan I ekonomi NTB mengalami kontraksi terdalam -1,43 persen dan triwulan II kontraksi mencapai -0,82 persen. Sebagian besar disebabkan mandeknya ekspor tambang.

Sebagai pengetahuan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), pemerintah pusat melarang ekspor mineral dalam bentuk mentah.

Hal ini sebagai langkah mendorong perusahaan membangun fasilitas pemurnian (Smelter) dan meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri dalam bentuk hilirisasi.

Sementara PT AMNT sendiri massa berakhirnya izin ekspor bahan mentah (konsentart tembaga) yaitu pada 31 Desember 2024.

Penghentian ekspor konsentrat tembaga PT AMNT, ternyata berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi NTB.

Karena itu, Komisi III DPRD NTB mendesak Pimpinan DPRD dan Gubernur NTB untuk bersurat dan menghadap ke kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.

“Tujuannya, agar mereka memberikan relaksasi ekspor konsentrat terhadap PT AMNT. Sembari memaksimalkan keberadaan Smelter PT AMNT,” ungkapnya.

Dalam RDP tersebut, Komisi III juga mempertanyakan kinerja smelter PT AMNT. Sebab daya serapnya belum sesuai target. Butuh waktu dua sampai tiga tahun untuk bisa menyerap konsentrat 100 persen.

“Sementara produksi konsentrat tetap berjalan dengan kondisi sekarang, perkiraannya sekitar 500 ribu ton konsentrat tidak bisa terserap Smelter. Sehingga tetap butuh ekspor, supaya pertumbuhan sektor tambang tidak negatif,” jelasnya.

Bagi Hasil Berkurang

Jajaran PT Amman Minral saat RDP dengan Komisi III DPRD NTB, Senin 13 Oktober 2025. Foto: dok Humas DPRD NTB

Menurut Sambirang, mandeknya ekspor pada sektor pertambangan tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Namun, berdampak juga ke fiskal daerah.

Penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam (SDA) dan keuntungan bersih tahun 2026 berpotensi menurun sekitar Rp200 miliar. Terutama, jika kondisi smelter belum membaik dan relaksasi ekspor konsentrat tidak diijinkan pusat.

“Dengan demikian, asumsi makro ekonomi dalam KUA PPAS 2026 mesti disesuaikan,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

RPJMD menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen pada tahun 2026. Hal ini tidak mungkin tercapai kalau kinerja sektor tambang, khususnya PT. AMNT masih seperti saat ini.

“Kecuali pertumbuhan sektor non tambang bisa tembus di atas 10 persen baru ekonomi NTB positif,” ucapnya.

Sehingga, lanjut Sambirang, jika Pemprov NTB menginginkan kinerja ekonomi NTB berubah dari minus ke plus dalam waktu cepat, maka harus perbaiki kinerja sektor industri, khususnya industri besar sektor tambang.

Catatan Sambirang, saat ini pertumbuhan industri pengolahan tumbuh sangat positif, 37 persen. Tetapi kontribusinya dalam PDRB hanya 4 persen.

“Sementara tambang kontribusinya 20 persen. Jadi industri lain belum cukup kuat menopang kinerja ekonomi NTB secara agregat. Makanya setiap kali tambang minus, ekonomi agregat NTB juga ikut minus,” tutupnya. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button