HEADLINE NEWS

Ancaman Hutan Terakhir Kota Bima di Tengah Anggaran BTT yang Terkuras

Hutan yang tersisa di Lampe dan Kaowa Lambitu, jadi harapan terakhir benteng pertahanan banjir. Jika hutan ini habis, potensi bencana Desember 2016 bukan lagi ancaman. Situasi getir di tengah kegaduhan dana Bantuan Tidak Terduga (BTT) yang hampir terkuras dari rekening.  

—————————

Menuju hutan Lampe Selasa 7 Oktober 2025, butuh perjuangan berat. Begitu melewati jembatan ke arah perbukitan, jalan menanjak dan berkelok. Permukaan jalan sangat tidak ramah ban sepeda motor standar. Apalagi menggunakan spek motor matic, perjalanan semakin berat.

Permukaan jalan bukan lagi lapisan aspal atau beton cor, tapi bebatuan dan kerikil berbagai ukuran, sisa pemadatan aspal yang sudah terkelupas. Naik motor musti hati hati agar tak terpeleset. Warga menjulukinya jalan “neraka”, karena tak terhitung korban jatuh. Tahun lalu satu orang tewas di tempat. 

Hutan yang Tersisa

Setelah melewati jalan terjal sekitar 4,5 Kilometer, sampai di tapal batas antara Lampe – Desa Kaowa. Suasana masih hutan, meski tak rindang. Pohon pohon tegak berdiri, namun daunnya tak lagi rindang. Lebih cenderung meranggas.

Hamparan perbukitan yang dibuka warga diduga untuk perladangan Jagung. Lahan ini masuk Desa Kaowa Kecamatan Lambitu yang merupakan kawasan hulu Kota Bima. Foto: Haris Al Kindi

Hanya sekitar 500 meter setelah melewati perbatasan, suasana berubah. Tak ada lagi tegakan. Kiri dan kanan jalan lahan kering, hanya tumbuh segelintir pohon di atasnya. Masih nampak sisa sisa panen Jagung. Menurut warga setempat, kawasan ini masuk kewenangan BKPH Maria Donggomassa yang ditanami Jagung. Sepanjang hamparan, tak terlihat pohon tegakan seperti Kemiri yang sengaja ditanam

Kepentingan Dikalahkan Kewenangan

Tengah perjalanan, NTBSatu bertemu dengan Lurah Lampe, H. Muslim menggunakan sepeda motor dari arah berlawanan. Nafasnya berat, menahan keseimbangan sepeda motor di antara bebatuan permukaan jalan yang curam.

Muslim baru saja mengecek kabar adanya perambahan baru di sekitar hutan Lampe, beberapa ratus meter dari mata air Diwu Monca. “Barusan ini saya bersama BPKH, Babinsa, Bhabinkamtibmas mengecek ke lokasi,” ceritanya. Sampai di lokasi, tak menemukan tanda tanda perambahan.

Kabarnya, ada kelompok yang mendapatkan izin baru dari BKPH Maria Donggomasa untuk pemanfaatan kawasan hutan. “Tapi sejauh ini belum ada,” ujarnya.

Hutan yang tersisa, terletak di perbatasan Kelurahan Lampe Kota Bima – Desa Kaowa Lambitu Kabupaten Bima. Kawasan ini wilayah BKPH Maria Donggomassa. Foto: Haris Al Kindi

Jika ada izin masuk ke kawasan, ia pastikan akan bertentangan dengan keinginan warga untuk menjaga hutan yang tersisa. “Pasti akan ribut (jika izin terbit), apalagi yang garap nanti kelompok dari wilayah Kabupaten Bima,” ujar Karim. “Harapan kami, tidak ada lagi perluasan,” tegas Lurah.

Saat yang bersamaan, Resort BPKH Maria Donggo Massa mengklarifikasi pernyataan lurah. Bahwa perizinan untuk pengelolaan perhutanan sosial, tidak mengenal istilah pembabatan hutan untuk ladang (Ngoho). “Izin yang dari kami, pengelolaan di bawah tegakan,” ujar Dedi, Kepala Resort Kota Bima BKPH Maria Donggomasa.

Seperti contoh, kelompok Pemuda Lampe Mandiri yang mendapat izin, menanam kemiri di bawah tegakan, meski belum maksimal.

“Jadi tidak ada namanya izin bagi bagi lahan. Tapi mereka yang sudah mengelola lahan secara ilegal, itu dilegalkan oleh Kementerian. Mereka ini kita ikat dengan aturan,” ujarnya.

Salah satu syarat pemberian izin, warga menanam pohon minimal 25 batang pohon produktif per hektar, seperti Kemiri. Ini untuk mempertahankan lahan tetap jadi kawasan hutan. Seperti Kemiri, tumpang sari dengan pohon tegakan. Sejauh pandangan mata dominan lahan kering.

1 2 3Laman berikutnya

Berita Terkait

Back to top button