Ancaman Hutan Terakhir Kota Bima di Tengah Anggaran BTT yang Terkuras

BTT yang Terkuras
Sementara Pemerintah Kota Bima juga dihadapkan pada dilema. Warga agresif membuka lahan untuk perladangan jagung di kawasan hulu. Sementara tak ada kewenangan mencegah apalagi menindak. “Sejak kewenangan ditarik ke Provinsi, memang kami sangat kesulitan melakukan pengawasan dan pencegahan perladangan,” ujar Kadis Kominfotik Kota Bima, Dr. Muhammad Hasyim ditemui di ruangannya, Selasa 7 Oktober 2025.
Tak ada yang menginginkan bencana, apalagi masyarakat Kota Bima yang masih tertanam trauma. Tapi jika tak terhindarkan, Pemkot Bima kata Hasyim, memiliki dana taktis Bantuan Tak Terduga (BTT) sebesar Rp2 Miliar. Melihat ancaman eskalasi bencana, tentu angka ini jauh dari kata ideal. Sehingga menurut Hasyim, berpeluang ditambah dari alokasi dana sosial yang tak terserap.
“Pasti (butuh tambahan). Jika dalam kondisi tertentu dengan potensi tingkat keparahan yang tinggi, Pemkot akan mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintahan Provinsi dan pusat,” jelasnya.
Kegetiran yang dirasakan warga Kota Bima, seimbang dengan perasaan khawatir penduduk Kabupaten Bima. Khususnya di Wera dan Ambalawi yang diterjang banjir Februari 2025 lalu.

Sampai saat ini, bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi belum turun dari pemerintah, kabupaten, provinsi maupun pusat. Ini juga yang disesalkan Anggota DPRD NTB Dapil VI, Muhammad Aminurlah.
Menurutnya, banjir mengancam di Kota dan Kabupaten Bima di tengah dana BTT provinsi yang kabarnya terkuras dan tersisa Rp16 Miliar. “Saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi, dengan BTT yang sudah terbatas. Warga akan jadi korban dua kali. Korban bencana dan korban krisis anggaran untuk penanganan,” ujar Maman.
Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal sebelumnya melakukan pergeseran anggaran BTT sebanyak dua kali. Lantas sudah mengeksekusi anggaran kurang lebih sebesar Rp484 miliar, dari total BTT Rp507 miliar yang dialokasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2025.
“BTT itu bukan hantu yang tidak bisa digeser dalam perubahan APBD ini,” ujar Kepala BPKAD Nursalim beberapa waktu lalu.
Saat ini, sambung Aminurlah, bukan terkait konteks pergeserannya. Lebih dari itu, terhadap kerusakan yang ada saja belum tertangani BTT. “Lalu bagaimana jika terjadi bencana susulan di tengah BTT yang sudah terkuras ini?. Mari kita jawab,” pungkasnya. (*)