LPA Mataram Tangani 5 Kasus LGBT Libatkan Anak Sekolah

Mataram (NTBSatu) – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram mengungkap adanya lima kasus anak sekolah yang terjerat persoalan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Kasus ini menimpa anak dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA.
Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi menjelaskan, pihaknya memandang anak-anak tersebut sebagai korban, bukan pelaku. Karena itu, fokus utama saat ini adalah pendampingan dan rehabilitasi.
“Ada lima anak yang kami tangani. Empat masih usia SD dan satu di tingkat SMA. Semuanya kami anggap korban, sehingga yang harus kami lakukan adalah rehabilitasi,” ujarnya, Jumat, 26 September 2025.
Salah satu kasus yang paling menyita perhatian adalah anak SD yang menjadi korban sodomi. Meski masih sangat muda, korban tetap harus menjalani konseling intensif untuk mencegah trauma jangka panjang.
“Kalau rehabilitasi tidak tuntas, ada potensi mereka di masa depan justru terjerumus atau bahkan menjadi pelaku kekerasan seksual,” jelas Joko.
LPA Mataram mengakui, proses rehabilitasi belum berjalan optimal. Konseling tatap muka sudah dilakukan, namun belum bisa rutin setiap minggu karena keterbatasan sumber daya manusia. Sebab, pengurus LPA sebagian besar bekerja secara relawan.
“Kami ada tempat konseling, tapi intensitasnya belum maksimal. Harusnya setiap minggu, tapi kami terkendala waktu. Kami ini kan relawan,” ungkapnya.
Selain itu, LPA juga menghadapi keterbatasan tenaga profesional. Untuk kasus yang sudah menyentuh ranah depresi atau kecanduan seksual, seharusnya ada keterlibatan psikiater. Namun hingga kini, LPA Kota Mataram belum memiliki psikiater tetap.
“Kalau sudah depresi, psikiater dan obat itu sangat dibutuhkan. Inilah yang masih jadi kelemahan kita,” tegasnya.
Menurut Joko, penanganan kasus LGBT dan kekerasan seksual pada anak tidak bisa hanya mengandalkan konseling biasa. Perlu pendekatan terpadu yang melibatkan psikolog, psikiater, sekolah, hingga orang tua.
Meski masih bersekolah seperti biasa, identitas lima anak tersebut dijaga ketat demi menghindari risiko perundungan. “Kami pastikan kasus ini tidak diketahui teman-temannya. Itu bagian dari perlindungan,” tambahnya. (*)