Walhi NTB Nilai Co-Firing PLTU Solusi Palsu dan Hambat Net Zero Emission

Walhi NTB mencatat, dari target pencampuran lima persen, capaian Co-Firing di PLTU Jeranjang dan PLTU Kertasari baru sekitar tiga persen. Setara dengan 1.840 ton.
Selain itu, NTB mencanangkan lahan energi seluas 315.000 hektare, yang sebagian berada di kawasan hutan. Menurut Juani, kebijakan ini berpotensi memperluas deforestasi alih-alih mengurangi emisi.
“Kita sudah memiliki kerusakan hutan yang sudah sangat signifikan, sangat kritis sekali. Ditambah lagi dengan pengalokasian puluhan energi. Nah, ini justru bukan memberikan satu ruang peta jalan yang jelas tentang NZE 2050. Justru kemudian menambah jauhnya harapan kita untuk tercapai itu di NTB,” jelasnya.

Padahal, tambahnya, NTB memiliki berbagai potensi energi terbarukan yang melipak. Yakni tenaga surya, air, arus laut di Selat Lombok dan Selat Alas, tenaga air, serta berbagai inisiatif lokal.
Juani mengatakan, potensi tersebut merupakan peluang besar untuk mewujudkan transisi energi berkelanjutan.
Tak hanya mengurangi ketergantungan batu bara, namun juga dengan investasi serius pada energi baru terbarukan berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.
“Kita punya banyak potensi. Tentu kita tidak boleh latah, harus perlu ada kajian, tapi potensinya ada gitu loh. Kita membayangkan, begitu bicara NZE, yang kotor ini pelan-pelan di turunin, yang potensial pelan-pelan dinaikin. Kan ketemu titiknya,” pungkasnya.
Tanggapan PLN UIW NTB
Sementara itu, PLN Unit Induk Wilayah (UIW) NTB, belum dapat memberikan tanggapan terkait kritik Walhi mengenai Co-Firing PLTU.
“Masih menunggu ketersediaan dari narasumber,” ujar Humas PLN UIW NTB, Bayu Fatma kepada NTBSatu, Rabu, 13 Agustus 2025. (*)