Hukrim

Mantan Sekda NTB Disebut Berperan dalam Kasus Lahan GTI

Tanggapan Jaksa

Sementara Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati NTB, Efrien Saputra mengatakan, adanya keterangan tidak menerima uang atau pun tupoksinya tidak sesuai dengan jabatannya itu hanya klaim saja.

Menurutnya, penyidik pasti telah memiliki dasar hukum dan bukti kuat untuk menjerat seseorang sebagai tersangka. “Sekarang kan tinggal menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan negara,” ucapnya.

Kejati NTB melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi lahan eks GTI berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati NTB Nomor: PRINT-08/N.2/Fd.1/09/2024, tanggal 10 September 2024 juncto Nomor: PRINT-08a/N.2/Fd.1/01/2025, tanggal 06 Januari 2025.

Persoalan penempatan lahan eks pengelolaan GTI ini terjadi pasca Pemprov NTB memutus kontrak kerja sama pemanfaatan lahan dengan perusahaan pada September 2021.

Sejak putus kontrak, lahan seluas 65 hektare kembali menjadi milik Pemprov NTB. Statusnya Hak Pengelolaan (HPL).

IKLAN

Pemprov selanjutnya membuka ruang kepada masyarakat maupun investor, untuk mendapatkan legalitas berupa Hak Guna Bangunan (HGB) dalam berusaha.

Ada sejumlah syarat yang ditetapkan pemerintah agar masyarakat maupun investor bisa mendapat HGB. Salah satunya, bersedia menyetorkan iuran pajak ke pemerintah dengan nominal Rp15 juta per tahun.

Seiring berjalannya kebijakan, timbul gejolak di tengah lahan 65 hektare eks PT GTI. Antara masyarakat yang sebelumnya membuat kesepakatan kerja sama dengan para investor.

Gejolak itu berkaitan dengan kesadaran investor yang kini telah beralih membangun kerja sama pengelolaan lahan dengan Pemprov. Mereka mendapatkan HGB untuk membangun usaha di lahan eks PT GTI.

Namun di lapangan, banyak investor tidak berusaha dengan mulus meskipun mengantongi HGB dari Pemprov. Mereka berhadapan dengan masyarakat setempat yang berpatokan dengan kesepakatan kerja sama sebelum pemutusan kontrak Pemprov NTB dengan PT GTI.

IKLAN

Menurut hasil kajian dengan BPKP Perwakilan NTB, ada kesepakatan dengan objek berupa lahan yang kini telah kembali menjadi HPL Pemprov NTB, masuk ke ranah pidana. (*)

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Back to top button