Lingkungan

Walhi Laporkan Puluhan Kasus Perusakan Lingkungan ke Kejagung

Jakarta (NTBSatu)Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan terindikasi melakukan korupsi sumber daya alam (SDA) ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Korporasi-korporasi ini bergerak di sektor perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih, dan pariwisata.

Walhi memperkirakan potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh 47 korporasi ini sebesar Rp 437 triliun.

Ada beberapa modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi. Antara lain, mengubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang ataupun Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Cipta Kerja. Kemudian gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin, pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang, dan lainnya.

Tak hanya itu, Walhi juga menjelaskan kepada Kejaksaan Agung modus dengan mengubah atau membentuk beberapa produk hukum. Hal itu teratur dalam pasal-pasal yang mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA dan pengampunan pelanggaran. Biasa disebut dengan state capture corruption.

IKLAN

“Kami tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus. Tapi juga harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktik korupsi tersebut. Dari tahun 2009 kami melihat proses menjual tanah air itu akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektare hutan Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi melalui pers rilisnya, Jumat, 7 Maret 2025.

Perusakan Lingkungan dan Korupsi SDA Merugikan Negara

Menurut Zenzi, korupsi di sektor SDA ini telah merugikan negara dan perekonomian negara dengan hilangnya mata pencaharian rakyat. Hilangnya sumber-sumber penghidupan, konflik, dan kerusakan lingkungan. Serta, biaya eksternalitas yang harus ditanggung negara dari aktivitas korporasi tersebut.

Menurutnya, Walhi telah melaporkan banyak kasus kepada pihak berwenang. Namun, hanya sedikit laporan yang APH dan pihak terkait proses.

IKLAN

“Sangat besar kerugian negara dan perekonomian negara dari korupsi SDA ini,” tegasnya.

“Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hukum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku. Karena itu Walhi mendatangi, melakukan audiensi dan pelaporan pada Kejaksaan Agung hari ini,” kata Zenzi menambahkan.

Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Raden Rafiq mengatakan, pihaknya melaporkan empat korporasi yang bergerak di sektor sawit dan tambang. Mereka terindikasi melakukan korupsi SDA.

“Empat perusahaan ini hanya sebagian kecil saja dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal,” kata dia.

Tanggapan Walhi Maluku

Sementara Direktur Walhi Maluku Utara Faisal Ratuela menjelaskan, sebagai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, masifnya pertambangan nikel saat ini telah menghancurkan wilayah tangkap nelayan, pencemaran lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati, seperti mangrove, sigres dan koral.

“Penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi harus segera dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Sebab bukti permulaan yang kami laporkan telah cukup kuat. Belum lagi kasus korupsi perizinan pertambangan sebelumnya juga telah diungkap oleh KPK dan Maluku Utara menempati posisi nomor satu provinsi terkorup di Indonesia,” kata dia.

Selain melaporkan korporasi dan pihak pemerintah yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi.

Walhi juga menyampaikan catatan kritisnya terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang terbentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Jampidsus Kejaksaan Agung menjadi Ketua Pelaksana Satgas tersebut.

Oleh sebab itu, Walhi berharap Kejagung memproses laporan yang telah mereka sampaikan.

Selain itu, Walhi juga terbuka untuk bekerja bersama Kejagung baik di nasional maupun di daerah-daerah untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi SDA tersebut.

Sebagai informasi, Walhi Eksekutif Nasional menggandeng sejumlah Walhi di tingkat daerah dalam pelaporan ini. Di antaranya, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Babel.

Kemudian Walhi Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTT, NTB, Maluku Utara, dan Papua. (*)

Alan Ananami

Jurnalis Nasional

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button