Daerah NTBHukrimLingkungan

Tiga Kasus Kerusakan Lingkungan di NTB Dilaporkan ke Kejagung

Mataram (NTBSatu) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melaporkan 47 kasus dugaan kerusakan terhadap lingkungan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, tiga di antaranya dari NTB.

Tiga kerusakan lingkungan di NTB adalah terumbu karang di kawasan konservasi Gili Matra, tambang emas ilegal di Sekotong, dan maraknya aktivitas galian C ilegal di Lombok Timur.

Direktur WALHI NTB, Amri Nuryadin berharap, Kejaksaan Agung RI segera menindaklanjuti berbagai kasus kerusakan alam yang mereka laporkan.

“Kami tidak ingin laporan ini hanya sekadar diterima, tetapi harus ada langkah nyata. Kejaksaan Agung harus menunjukkan keberpihakannya pada lingkungan dan masyarakat, bukan pada pelaku perusakan,” tegas Amri kepada NTBSatu, Jumat, 7 Maret 2025.

Amri mengatakan bahwa kasus-kasus ini mencerminkan bagaimana eksploitasi sumber daya alam di NTB bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi sudah menjadi bagian dari jaringan mafia.

IKLAN

“Jika tidak ada tindakan serius, maka eksploitasi ini akan terus berlangsung, merampas hak masyarakat, dan menghancurkan lingkungan kita,” ujarnya.

Kasus Terumbu Karang dan Krisis Air di Gili Mantra

Di kawasan konservasi Gili Matra, Lombok Utara, ekosistem terumbu karang yang seharusnya dilindungi justru mengalami kerusakan parah akibat aktivitas yang tidak berkelanjutan.

WALHI NTB menilai lemahnya pengawasan mempercepat degradasi kawasan ini.

IKLAN

“Seharusnya Gili Matra menjadi kawasan yang terlindungi, tetapi nyatanya terjadi degradasi yang sangat cepat. Ada indikasi pembiaran dan bahkan kemungkinan gratifikasi dalam tata kelola lingkungan di kawasan ini,” ungkapnya.

Selain itu, terdapat dugaan korupsi dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan tersebut. Akibatnya, hak masyarakat setempat semakin terpinggirkan, sementara lingkungan terus mengalami kerusakan.

Tambang Ilegal di Sekotong: Jaringan Terorganisir dan dugaan pembiaran oleh Aparat

Di Kabupaten Lombok Barat, praktik pertambangan emas ilegal di Sekotong telah berlangsung bertahun-tahun tanpa tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Aktivitas tambang liar ini menyebabkan pencemaran lingkungan dan merusak ekosistem.

“Kami menemukan bahwa tambang ilegal di Sekotong bukan sekadar masalah ekonomi masyarakat, tetapi sudah dikuasai oleh jaringan terorganisir. Mereka mengeruk keuntungan besar tanpa peduli pada dampak lingkungan dan kesehatan warga,” tegas Amri.

Menurutnya, selama tidak ada tindakan tegas dari aparat, jaringan tambang ilegal ini akan terus beroperasi, semakin merugikan masyarakat sekitar.

Galian C Ilegal di Lombok Timur: Ancaman Bencana dan Pengabaian Regulasi

Kasus lain yang tidak kalah serius adalah maraknya aktivitas galian C (MBLB) ilegal di Kabupaten Lombok Timur. Eksploitasi ini telah mengubah lanskap secara drastis, mencemari sungai, dan meningkatkan risiko bencana ekologis bagi masyarakat.

“Penertiban pernah dilakukan. Tetapi hasilnya tidak signifikan. Lemahnya pengawasan dan dugaan keterlibatan oknum tertentu membuat praktik ini terus berlangsung,” tukas Amri. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button