
Proyek kakap Rumah Susun (Rusun) sebagian terindikasi bukan berbasis kebutuhan. Para penumpang gelap menggiring proyek menyesuaikan kebutuhan politik. Selain mangkrak, sebagian bangunan jadi sumber kriminalitas. Kementerian PKP RI akan merombak sistem. Usulan harus berbasis data kabupaten dan kota.
———————————
Fahri Hamzah mengela nafas. Sesaat kemudian keluar nada kesal ketika menyebut dua nama. “Itu mah kerjaan mereka,” gumam Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) ini ditemui NTBSatu di kantornya, Jalan Pattimura Nomor 20, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Wah bahaya mereka,” sambungnya, Senin 13 Januari 2025.
Sumber NTBSatu, dua nama yang terafiliasi dengan gedung DPR RI itu memang disebut sebut berperan aktif melobi proyek proyek Kementerian PUPR. Termasuk pada proyek puluhan miliar Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Masalahnya, kerja lobi mereka mengangkangi alur birokrasi di kementerian.
Jadi rahasia umum di Kementerian PUPR, keinginan mereka pada proyek Rusunawa lebih sistematis melibatkan partisipasi aktif kabupaten dan kota sebagai pemilik wilayah.
Tapi praktiknya sama dengan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Politisi lebih memilih langkah kuda, menggunakan data sendiri yang terindikasi berbasis konstituen. Sehingga proyek rusunawa mangkrak dan kurang maksimal dikelola Pemda, terjadi di beberapa titik.
Kekesalan Fahri Hamzah erat kaitan dengan hasil kunjungannya ke Lombok, 27 Desember 2024 lalu. Ia menyaksikan langsung gedung lima lantai itu mangkrak akibat perencanaan pembangunan dan penempatan lokasi yang tidak sesuai.
Biang kerok banyaknya proyek mangkrak adalah praktik persekongkolan antara pejabat daerah dan calo proyek. Ia menilai pembangunan kerap dipaksakan demi kepentingan pribadi, bukan berdasarkan kebutuhan ril rakyat.
“Itu (Proyek Rusun) awalnya persekongkolan anggaran,” tegas Fahri saat itu.

Menunggu Waktu Jadi Rumah Hantu
Rusunawa Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lombok Timur itu masih berdiri kokoh namun bisu. Tak ada kehidupan di dalam dan sekitarnya. Hanya menunggu jadi hunian hantu dan sarang walet.
Dibangun pada 2016 lalu oleh Kemenpera RI. Pada rusun lima lantai itu, terdapat 144 unit hunian.
Padahal dihajatkan dengan niat baik. Peruntukkan masyarakat berpenghasilan rendah.
Sabtu 11 Januari 2025 lalu, NTBSatu menyambangi bangunan di Pelabuhan Kayangan, Kabupaten Lombok Timur ini.
Tampak dari luar halaman, bangunan yang dipagar dengan kawat besi tersebut sangat tak terurus. Halamannya dipenuhi semak belukar dan rumput liar.
Begitupun pada fisik bangunannya. Banyak kaca jendela pecah, terlebih di kamar-kamar lantai dasar. Pintunya pun banyak yang rusak.
Masuk ke dalam rusun, aroma bangunan mangkrak semakin pekat. Tak terhitung titik yang jebol pada langit langit bangunan.
Di dalam kamarnya, tak terlihat fasilitas lengkap laiknya tempat tinggal, hanya tersisa lemari besar dalam kondisi reot. Adapun beberapa ranjang tidur tergeletak di selasar rusun.
Meski terdampak gempa besar pada 2018 lalu, namun bangunan rusun itu masih kokoh. Tidak terdapat retakan serius padan dinding maupun pondasinya.
Menurut warga setempat, bangunan tersebut tidak pernah terisi oleh penyewa sejak dibangun.
“Kalau yang saya lihat, rusun ini cuma terisi pas dipakai karantina Covid-19 dulu itu,” ucap warga tersebut.
Menurut warga lain, Firman, yang kerap mancing di sana, kemungkinan logis sepinya rusun tersebut akibat jauh dari pemukiman padat penduduk.
“Jarang ada rumah dekat sini, paling satu dua,” ucapnya.

NTBSatu sempat meminta keterangan Plt Sekda Lombok Timur, Hasni, terkait terbengkalainya rusun tersebut. Namun ia mengaku tidak memiliki data rinci ihwal rusun tersebut.
“Bisa hubungi Dinas Perkim yang langsung membidangi,” jawab Hasni.
Sementara, Plt Kadis Perkim Lombok Timur, Mudahan, S.T., belum menjawab permintaan wawancara NTBSatu.
Berdasarkan pantauan, memang tidak terdapat pemukiman di sekitar rusun, mengingat letaknya di ujung ekor Pelabuhan Kayangan. Adapun beberapa pedagang dengan kontainer untuk memenuhi kebutuhan pegawai pelabuhan.
Sementara Fahri Hamzah mengakui sudah lama memendam tanda tanya onggokan bangunan mangkrak itu. Kesempatan itu datang setelah ia dilantik jadi Wamen PKP.
“Saya selalu bertanya-tanya, kenapa gedung ini tidak terisi, padahal lokasinya sangat strategis. Kondisi seperti ini terus menghantui pikiran saya sebelum menjadi Wamen PKP,” ungkapnya.
Jadi Atensi Jaksa dan KPK

Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB melalui Plt Asisten Intelijen (Asintel), Iwan Setiawan melirik permalasahan yang menyeret dana dari pusat seperti proyek rumah susun.
Jika memang terbukti ada permasalahan, kejaksaan akan turun tangan melakukan pendalaman. Namun sebelumnya, mereka terlebih dahulu akan menelusuri apakah rumah susun tersebut masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) atau tidak.
“Saya belum mendapatkan informasi untuk itu. Kalau ada informasi, kita bisa melakukan suatu pendalaman. Apakah itu masuk dalam PSN. Nanti kita dalami,” jelasnya menjawab pertanyaan NTBSatu, Selasa, 7 Januari 2024.
Begitu juga dengan Kasatgas Korsup Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Patria. Ia mengaku pihaknya tetap memperhatikan proses pemanfaatan anggaran atau proyek pusat yang turun ke daerah.
Menurutnya, Pemda NTB sangat bergantung pada bantuan pusat. Jumlahnya pun tak banyak. Jangan sampai, kata Dian, anggaran terbatas tersebut dikorupsi oleh sejumlah oknum.
“Dari kami, Satgas pencegahan siap melakukan supervisi. Makanya kami mendukung APH (polisi atau kejaksaan) yang menangani anggaran dana pusat,” ucapnya kepada NTBSatu di Gedung Graha Bhakti Praja, Kamis, 9 Januari 2024.
