Hukrim

Tersangka Dugaan Korupsi Shelter Tsunami NTB Segera Disidang, Ajukan Pengalihan Status Tahanan

Mataram (NTBSatu) – Tersangka dugaan korupsi pembangunan gedung Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau Shelter Tsunami Lombok Utara, AN melaksanakan tahap II atau penyerahan barang bukti.

Ia juga mengajukan pengalihan status tahanan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kuasa hukum AN, Aan Ramadhan mengatakan, pihaknya telah melayangkan pengajuan berubah status tahanan ke lembaga antirasuah hari ini, Selasa, 31 Desember 2024.

“Paling tidak status tahanan klien kami bisa dialihkan, dari tahanan rutan menjadi tahanan kota,” ucapnya.

Pertimbangannya, karena AN merupakan seorang ibu rumah tangga. Ia masih aktif berstatus sebagai ASN di Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) NTB Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.

IKLAN

Menurutnya, pengajuan itu untuk mencegah timbulnya masalah baru. Karena sebagai ASN ia meninggalkan pekerjaannya.

“Paling berat itu karena pekerjaannya. Karena klien kami ini belum ada persiapan apa-apa, tiba-tiba ditahan,” jelasnya.

Aan memastikan jika KPK mengabulkan pengalihan tersebut, kliennya bersikap kooperatif menjalankan proses hukum. Apalagi paspor milik AN telah diblokir.

“Mau kemana lagi dia,” terangnya.

Kuasa hukum juga meminta agar AN segera melakukan persidangan dalam waktu dekat. Berkas segera dikirim ke Mataram. Menyusul status tersangka telah berjalan sejak 20 bulan lalu.

KPK Tetapkan Dua Tersangka

Sebelumnya, KPK menahan AN dan AH pada Senin, 30 Desember 2024. Lembaga antirasuah menahan keduanya selama 20 hari mendatang. Terhitung sejak Senin, 30 Desember 2024 hingga 18 Januari 2025 mendatang.

“Penahanan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Kelas I Jakarta Timur,” kata Direktur Direktur penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Senin malam, 30 Desember 2024.

Proyek tersebut memakan Rp20 miliar. Perkiraan kerugian negara pun sebesar itu, menyusul kasus ini total loss.

Gedung yang bertempat di Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara itu tak bisa digunakan sejak awal. Mulanya, gedung shelter untuk dirancang untuk menahan gempa sebesar 9 skala richter. Namun dalam perjalanannya, selama gempa 6,4 dan 7,0 pada tahun 2019 lalu gedung tersebut sudah dalam keadaan rusak.

Kedua tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button