Mataram (NTBSatu) – Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lombok Timur 2024 menunjukkan fakta memprihatinkan, terkait retribusi tambang Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Hingga akhir tahun, retribusi tambang MBLB hanya mencapai Rp13 miliar. Angka tersebut hampir setara dengan retribusi pasar yang berada di angka Rp11 miliar.
Padahal, jumlah tambang MBLB di Lombok Timur cukup banyak, hampir 100 usaha. Sayangnya, daerah yang berjuluk Gumi Selaparang itu digerogoti oleh dominasi tambang ilegal.
“Retribusi MBLB kita di kisaran Rp13 miliar,” ungkap Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur, Muksin kepada NTBSatu, Jumat, 20 Desember 2024.
Angka ini bahkan lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Sebab jumlah retribusi tambang mencapai Rp15 miliar. Menurut Muksin, salah satu penyebab utama rendahnya pencapaian tersebut adalah kurangnya sikap kooperatif dari pelaku usaha tambang.
“Masih banyak yang nakal, ada yang supirnya mencari jalan tikus, ada yang memberi kita karcis palsu, dan sebagainya,” jelasnya.
Jadi Evaluasi Serius
Muksin menegaskan, kondisi ini perlu evaluasi serius agar dapat meningkatkan pendapatan retribusi di tahun mendatang. Sebab, target total PAD 2024 di angka 80 persen dari perencanaan.
Berdasarkan data realisasi PAD Kabupaten Lombok Timur, hingga Desember 2024, pencapaian hanya berada di angka Rp453,9 miliar atau 74,92 persen dari target Rp605,8 miliar. Hal ini mengindikasikan perlunya perbaikan tata kelola dan pengawasan pada sektor-sektor strategis, termasuk retribusi tambang MBLB.
Sektor tambang, meskipun potensial, belum memberikan kontribusi maksimal. Bahkan, capaian retribusi tambang MBLB terlihat mengecewakan dengan retribusi pasar yang secara ekonomi memiliki aktivitas lebih terbatas.
Kondisi retribusi tambang Lombok Timur yang stagnan memperlihatkan adanya celah pada sistem pengawasan dan penertiban. Masalah seperti penggunaan jalan tikus oleh kendaraan tambang dan karcis palsu menjadi bukti adanya praktik-praktik yang merugikan daerah.
Sebagai langkah strategis, pemerintah daerah perlu meningkatkan pengawasan di lapangan, memanfaatkan teknologi untuk memonitor aktivitas tambang, serta memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.
Selain itu, transparansi data dari sektor tambang juga harus pihaknya tingkatkan guna memastikan realisasi yang optimal.
“Bisa dibilang, lebih banyak kerugian oleh sektor tambang ini. Misalnya seperti jalanan menjadi rusak, cemaran lingkungan, dan lain-lain,” keluh Muksin. (*)