Lingkungan

Kerugian Lingkungan Tambang Ilegal Sekotong Capai Triliunan Rupiah

Mataram (NTBSatu) – Potensi kerugian lingkungan imbas tambang ilegal di Sekotong, Lombok Barat, mencapai triliunan rupiah. Hitungan ini berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 14 Tahun 2017.

Pelaksana Tugas Harian (Plh) Kepala Dinas LHK Provinsi NTB, Mursal mengatakan, secara hitungan, perolehan angka tersebut dari nilai kerugian akibat kerusakan ekologis. Lalu, kerugian ekonomi lingkungan, hingga biaya pemulihan lingkungan yang rusak.

Menurut Mursal, kegitan tambang ilegal ini mengakibatkan hilangnya kegagahan pohon yang ada di lokasi tersebut. Kemudian, kawasan hutan tidak bertegakan dan pasti tidak berpohon. Ditambah, kekayaan alamnya di tempat tersebut habis dikeruk.

“Belum lagi lama waktu untuk reklamsi atau menumbuhkan kembali tanaman yang tadinya sudah tidak ada. Perlu proses lama,” kata Mursal, Jumat, 4 Oktober 2024.

Di sisi lain, lanjut Mursal, kegiatan tambang ilegal itu juga berpotensi menimbulkan dampak merugikan bagi ekosistem di luar kawasan pertambangan. Akibat dari penggunaan bahan kimia beracun dalam proses pengolahan bahan tambang tersebut.

Sehingga, sisa dari penggunaan bahan beracun tersebut bisa saja merembes ke laut atau pada tanaman yang biasa manusian konsumsi sehari-hari.

IKLAN

“Akibat terkeruknya sumber daya, kemudian dicampur dengan bahan beracun, bisa menimbulkan kerusakan lingkungan yang jauh lebih parah,” ungkap Mursal.

Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menertibkan tambang emas ilegal di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, Jumat pagi, 4 Oktober 2024.

Penutupan itu ditandai dengan pemasangan spanduk bertuliskan “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin apapun di dalam kawasan hutan Plangan Sekotong.”

Berdasarkan perhitungan pihak DLHK NTB, terdapat 25 titik lokasi tambang ilegal tersebut, dengan total luas bervariasi. Sehingga, totalnya seluas 98,19 hektar.

Lokasi tambang tersebut tersebar di tiga desa, yaitu Desa Buwun Mas, Desa Pelangan, dan Desa Persiapan Blongas.

“Yang paling dominan itu adalah di Desa Buwun Mas. Dari tiga lokasi itu merupakan kawasan hutan produktif terbatas semua,” pungkas Mursal. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button