Mataram (NTBSatu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, ada pihak yang ‘besar’ di balik aktivitas tambang ilegal yang mempekerjakan WN China di wilayah Sekotong, Lombok Barat.
Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Satgas Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria mengatakan, terkait persoalan tambang di Desa Persiapan Blongas, Kecamatan Sekotong tersebut, harus dilihat secara komperhensif.
Hal itu ia ungkapkan usai melakukan rapat bersama sejumlah pihak di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Kamis, 3 Oktober 2024.
“Masyarakat di sana hanya kerja. Kalau saya melihat dia begitu di Sekotong. Kalau saya melihat ‘ada siapa’ yang mengatur ini, masyarakat butuh makan kan,” katanya.
Ada TKA China
Sementara adanya informasi keberadaan para TKA di tambang emas ilegal, harus menyesuaikan dengan data dan perusahaan terlebih dahulu.
“Pertama, data harus lengkap ya. Kedua kita lihat apakah masyarakat sebagai korban. Kita harus fokus ke ‘The Man Behind The Gun’. Siapa orang yang besar-besar ini,” tegasnya.
Berdasarkan pengakuan Dinas ESDM NTB, sambung Dian, mereka sedang mengurus wilayah pertambangan rakyat (WPR) ke Kementerian ESDM untuk 11 blok tambang.
Nantinya, jika sudah mendapat WPR dari Kementrian ESDM, pemerintah daerah bisa mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Hal itu berdasarkan Perpres nomor 52 tahun 2022.
“11 blok itu untuk rakyat,” jelasnya.
“Silakan dorong IPR tapi tentu dengan semua syaratnya. Kalau yang ilegal silakan tertibkan. Jangan sampai ada sesuatu di balik ini,” sambung Dian.
Untuk dugaan adanya 15 TKA China yang bekerja di Tambang Emas Ilegal di bukit Bukit Lendak Bare dan di Bukit Lenong tersebut, KPK akan memanggil Kanwil Kemenkumham NTB.
“Saya sudah berkoordinasi dengan Kemenaker karena masih ada tarik menarik siapa yang memberikan izin ada yang mengawasi. Apa pun pelanggaran sektoral maupun TKA, harus ditindak,” tegas Dian.
Jika mempekerjakan TKA di pertambangan, pihak perusahaan harus membayar pajak sebesar 100 USD per-bulan dalam satu tahun.
“Itu harus jelas ya retribusinya. Jangan sampai ada bocor di sana. Jangan sampai lemahnya penindakan hukum di pertambangan, Kehutanan dan perikanan ada suap, gratifikasi ada korupsi di sana,” tutupnya mengingatkan. (*)