Mataram (NTB Satu) – Modus begal berpura-pura menjadi korban kecelakaan kembali memakan korban di Lombok Timur. Aksi pembegalan semacam itu dilancarkan dengan cara memanfaatkan rasa iba dari pengendara lain yang ingin menolong.
Modus ini makin ramai digunakan setelah banyaknya aksi perlawanan ketika pelaku beraksi dengan cara lama, yaitu dengan memberhentikan paksa korban pengendara. Salah satu contohnya adalah aksi Amaq Sinta yang membunuh pelaku yang hendak membegalnya di Lombok Tengah.
Kasus dengan modus berpura-pura jadi korban kecelakaan terakhir dialami Marzuki (36), warga Desa Pijot, Kecamatan Keruak yang mengalami pembegalan di simpang tiga Rambang, Desa Surabaya, Lombok Timur pada Kamis, 18 Mei 2023, sekitar pukul 20.30 Wita.
Kronologinya, Marzuki melintas di simpang tiga Rambang dari arah Labuhan Haji. Tepat di simpang tiga menuju Desa Surabaya, korban melihat dua orang sedang terkapar sambil meminta tolong, laki-laki dan perempuan.
Karena berfikir telah terjadi kecelakaan lalu lintas, tanpa pikir panjang korban pun langsung memberhentikan motornya dengan niat ingin menolong.
Saat hendak mengangkat motor korban kecelakaan tersebut, Marzuki mengaku dipukul oleh empat orang dari belakang menggunakan benda tumpul hingga pingsan.
Setelah sadar dari pingsan, motor, handphone serta dompet yang berisikan uang sepuluh juta rupiah raib dibawa pelaku. Korban memperkirakan pelaku berjumlah enam orang.
Begini Saran Kriminolog
Pengajar Hukum Pidana Universitas Mataram (Unram) Dr. Ufran menyebut, modus serupa sudah lazim di Lombok ataupun di Indonesia secara umum.
Ia menekankan, agar masyarakat selalu menaruh kecurigaan setiap kali menemukan peristiwa, terlebih di saat berkendara.
“Dalam hal apapun harus ada sedikit kecurigaan. Misalnya dalam kecelakaan lalu lintas, harus diperhatikan bagaimana posisi motor atau korban yang jatuh, rupa lokasi apakah gelap atau bagaimana, agar ada upaya antisipasi,” kata Ufran.
Selain itu, ia menyarankan kepada pengendara untuk mitigasi lebih dahulu jalur yang hendak dilewati. Analisa, di mana titik-titik rawan kejahatan ataupun rupa lokasi peristiwa yang perlu dihindari.
“Harus diingat-ingat, apakah lokasi kecelakaan itu memang tempat rawan atau tidak, apakah sebelumnya ada kasus atau tidak, supaya kita tidak dengan polos langsung turun dari kendaraan untuk menolong,” jelasnya.
Di luar itu, peristiwa kejahatan seperti ini menurutnya tidak jauh dari motif ekonomi.
“Faktor utamanya pasti kemiskinan. Jadi langkah pertamanya adalah bagaimana pemerintah memberikan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Kemudian kondisi infrastruktur jalanan yang harus diperhatikan untuk mengurangi angka keberhasilan aksi kejahatan, seperti kondisi jalan yang mulus dan lampu penerang jalan yang memadai.
“Pelaku kejahatan pasti pertimbangkan persentase keberhasilan dan risiko yang mengancamnya,” terang Ufran.
Ketiga, ia meminta agar aparat keamanan untuk mengintesifkan patroli, terutama di titik-titik rawan, seperti di wilayah pedalaman. Hal itu, kata Ufran, untuk menekan jumlah aksi kejahatan di masyarakat.(RZK)
Lihat juga:
- Gubernur NTB Nilai Satgas PPKS di Ponpes tak Urgen, Aktivis Anak: Justru Itu yang Belum Ada
- PPATK Sebut Korupsi dan Narkotika Jadi Kejahatan Tertinggi Tindak Pidana Pencucian Uang
- Sidang Perdana Gugatan Mobil Esemka dan Ijazah Digelar Besok, Jokowi Bakal ke Vatikan?
- Hakim Jatuhkan Vonis Dua Terdakwa Korupsi KUR BSI Petani Porang
- LIPSUS – Jalan Mundur Layanan Kesehatan NTB
- Interpelasi DAK 2024 Terancam Dijegal: Golkar Abstain, 2 Fraksi Bertahan