Daerah NTB

BMKG: Sebagian Wilayah Pulau Sumbawa Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis

Mataram (NTBSatu) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi NTB mengungkapkan, bahwa curah hujan di wilayah NTB pada dasarian II Mei 2024 (11-20 Mei) secara umum dalam kategori rendah (0–10 mm/das). Bahkan, sifat hujan didominasi kategori Bawah Normal (BN) dalam waktu tersebut.

Monitoring Hari Tanpa Hujan Berturut-turut (HTH) Provinsi NTB secara umumnya juga berada pada kategori Panjang (21–30 hari). HTH terpanjang tercatat di Pos Hujan Wera, Kabupaten Bima selama 34 hari.

Forecaster on duty BMKG Stasiun Klimatologi NTB, Bastian Andriano pada Senin, 20 Mei 2024 mengatakan, atas dasar perhitungan kondisi tersebut maka diprakirakan pada dasarian III Mei 2024 (21-31 Mei) potensi hujan hanya berada kisaran kurang dari 20 mm/dasarian dengan probabilitas lebih dari 80 persen.

“Potensi tersebut diprakirakan terjadi di seluruh Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok, kecuali sebagian Lombok Tengah, Kota Mataram, dan Lombok Barat,” jelasnya dikutip dalam keterangan resminya.

Sebagai dampak dari kejadian hari kering berturut-turut, pihaknya turut menemukan adanya indikasi kekeringan meteorologis di sejumlah wilayah NTB. Sehingga terdapat beberapa wilayah yang berada di level siaga dan waspada.

“Level siaga kekeringan ada di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, serta Kecamatan Lape dan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa,” ungkapnya Bastian.

Berita Terkini:

Sedangkan untuk level waspada berada di Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu, Kecamatan Belo, Bolo, Lambitu, Lambu, Madapangga, Monta, Palibelo, Sape, dan Woha Kabupaten Bima.

“Serta, Kecamatan Pringgabaya, Sambelia, Suela Kabupaten Lombok Timur dan Kecamatan Labuhan Badas, Moyo Utara, Rhee, Sumbawa, Unter Iwes, Utan Kabupaten Sumbawa,” tambah Bastian.

Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif, dan efisien karena sebagian besar wilayah NTB sudah memasuki kemarau. Masyarakat juga perlu mewaspadai akan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan, serta kekeringan yang umumnya terjadi pada periode puncak musim kemarau.

“Masyarakat dapat memanfaatkan penampungan air, seperti embung, waduk, atau penampungan air hujan lainnya guna mengantisipasi kekurangan air khususnya di wilayah-wilayah yang sering terjadi kekeringan,” imbau Bastian. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button