Lombok Timur (NTBSatu) – Sejak pukul 07.15 pagi, Erni Srianti (37) sudah duduk termenung di Dermaga Telong Elong Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Di dermaga itu, ia menunggu perahu untuk memberangkatkannya beserta guru lainnya mengajar ke SDN 1 Satu Atap (Satap) Pulau Maringkik, Kecamatan Keruak.
Pada Jumat pagi, 26 April 2024 itu, di dermaga sudah tiba perahu penyebrangan khusus yang mengantar para guru. Butuh waktu 15 sampai 20 menit untuk Erni dan rekan-rekannya sampai di Dermaga Apung Pulau Maringkik kemudian berjalan kaki menuju sekolah tempatnya mengajar.
Aktivitas ini sudah 16 tahun Ia jalani sejak menjadi guru honorer pada 2008 silam. Tak hanya dirinya, di SD tersebut terdapat dua guru lainnya yang masih berstatus honorer, serta empat guru honorer di SMP.
Erni berangkat mengajar dari rumahnya di Desa Montong Belai, Kecamatan Keruak. Setiap pagi mereka pergi ke sekolah menyusuri laut. Selalu istikamah meski kerap menghadapi cuaca ekstrem di tengah perjalanan.
“Ya setiap hari seperti ini, sudah 16 tahun lima bulan sejak saya mulai ngajar tahun 2008,” ungkap Erni.
Berita Terkini:
- Sebelum Gubernur Terpilih Dilantik, Hassanudin akan Dievaluasi Kemendagri 9 Januari 2025
- Dunia WWE Berduka, Rey Mysterio Meninggal Dunia
- DAK Fisik Tahap III Pemprov NTB Terancam Tidak Cair, Sekda: Semua Sudah Clear
- TPA Kebon Kongok Overload, Iqbal Janji Pengelolaan Sampah Jadi Prioritas
Bermacam lika-liku dihadapi Erni sebagai guru honorer di pulau terluar Lombok Timur itu. Perahunya dihantam ombak hingga terbalik menjadi salah satu pengalaman yang akan abadi diingatan Erni.
“Pernah perahu kita terbalik. Kejadiannya waktu itu tahun 2013 dan 2014 karena cuaca buruk. Beruntung kita masih selamat,” ucapnya.
Bahkan pada periode awal mengajar, Ia hanya dibayar Rp100 ribu per tiga bulan, hingga honornya meningkat setelah mendapat SK Bupati Tahun 2019. Kini pendapatannya Rp650.000 per bulan.
Ketangguhan Erni pun tak pernah berhenti diuji. Kini Ia menjadi seorang kepala keluarga. Sejak berpisah dengan suaminya pada 2016 lalu, Erni pun harus berjuang lebih keras menghidupi kedua putrinya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ia harus ‘banting tulang’. Mulai dari berjualan kue di sekolah hingga kerja serabutan.
“Kalau dari gaji kan jauh dari cukup, tapi ya tetap kita syukuri. Sempat saya jualan kue di sekolah, tapi berhenti. Sekarang kerja serabutan nyetrika pakaian, itupun kalau ada tetangga yang butuh bantuan,” ungkapnya.
Ia pun berharap, para guru, terutama guru honorer seperti dirinya mendapat perhatian dari pemerintah. Terutama pada aspek kesejahteraan. Ia mengaku pernah mencoba keberuntungan beberapa kali mengikuti tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tetapi tak kunjung lulus.
Kini Erni masih menunggu perpanjangan SK Bupati karena SK 2023 sudah berakhir, dan sejatinya tetap diperpanjang setiap tahun. “Semoga ke depan, guru honorer di pulau terluar seperti saya ini, kesejahteraan bisa diperhatikan,” harapnya. (MKR)