Lombok Timur (NTBSatu) – Ritual Maleman merupakan salah satu prosesi keagamaan yang dianggap sakral dan selalu diperingati meriah oleh masyarakat Lombok Timur setiap bulan suci Ramadan.
Ritual ini bertujuan untuk memperingati peristiwa turunnya Al-Quran untuk pertama kalinya kepada Nabi Muhammad SAW, yang disampaikan melalui perantara Malaikat Jibril, atau disebut dengan Nuzulul Quran.
Peringatan Maleman sejak dahulu diisi dengan ritual menyalakan api dengan dile jojor, sebuah alat pembakaran yang dibuat dengan bahan alami. Bentuknya mirip dengan stik sate kelapa khas Lombok. Di beberapa desa, dile jojor juga disebut dila canga.
Namun menurut Budayawan Lombok Timur, Muhir, ritual tersebut sejak beberapa tahun terakhir mengalami evolusi. Di mana dile jojor yang sebelumnya terbuat dari bahan alami diganti menggunakan lampu minyak dengan botol bekas hingga lampu hias.
Menurutnya, hal itu terjadi lantaran produsen dile jojor tak lagi sebanyak dulu hingga sulit didapatkan masyarakat.
“Tidak hilang tradisi Maleman ini, ritualnya saja yang hilang, karena konsep dasarnya membaut penerangan. Sehingga saat ini tidak lagi pakai dile jojor, tetapi diganti dengan lampu hias,” ucap Muhir, Sabtu, 23 Maret 2024.
Pada zaman dulu, ungkap Muhir, dile jojor biasanya ditancapkan untuk menerangi sudut-sudut rumah maupun jalan yang gelap.
Berita Terkini:
- Banjir Bandang Terjang Pulau Sumbawa, Nestapa di Ujung Tahun 2024
- Penetapan NTB sebagai Tuan Rumah PON 2028 Masih Tunggu SK Kemenpora
- Kabid SMK Terjaring OTT Seret Nama Kadis Dikbud NTB
- Siswi SMAN 1 Mataram Bawa Tim Hockey Indonesia Juara Asia
- Banjir di Pulau Sumbawa, 4.850 KK Terdampak dan 316 Ekor Hewan Ternak Hanyut
“Makna filosofi dari menyalakan dile jojor itu sebagai penerangan, seperti makna Alquran yang diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia,” terangnya.
Ia menjelaskan, ritual dile jojor merupakan implementasi dari lima prinsip hidup masyarakat Sasak yang disebut panca arif, yaitu hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan lingkungan sekitar, manusia dengan semesta, dan manusia dengan tuhan.
Lebih lanjut, masyarakat Sasak percaya Al-Quran diturunkan saat Rasulullah melakukan ritual, yaitu betafakur di Gua Hiro selama 15 tahun.
“Itulah sebabnya, Quran itu diperlambangkan sebagai petunjuk dan penerang, bangsa sasak melambangkannya dengan dile jojor,” kata Muhir.
Ritual Maleman sendiri dilaksanakan masyarakat Lombok Timur pada 10 hari terakhir Ramadan, yaitu pada hari-hari ganjil. (MKR)