Polda NTB Sita Ribuan Paspor Ilegal dari Kasus TPPO

Mataram (NTBSatu) – Delapan orang yang diduga terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) diamankan penyidik Dit Reskrimum Polda NTB.
Kapolda NTB, Irjen Pol Raden Umar Faroq menyebut, delapan orang yang kini menjadi tersangka tersebut diamankan berdasarkan laporan polisi berbeda.
“Jadi ada tiga laporan polisi,” katanya kepada wartawan saat konferensi pers di Mapolda NTB, Rabu, 7 Februari 2024.
Kapolda menyebut, dari pengungkapan ini, penyidik berhasil menyita ribuan buku paspor diduga ilegal dari Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), PT Mahesa Putra Tunggal.
“Ada 1107 buku paspor yang turut kami amankan,” ujar Raden Umar.
Berita Terkini:
- Cegah Bencana Banjir dan Tanah Longsor, Gubernur Iqbal Ajak Geber NTB Lakukan Penghijauan
- Gubernur NTB: Penyaluran Bansos Harus Diarahkan untuk Pemberdayaan Jangka Panjang
- Pemprov NTB Harap MotoGP Mandalika Berdampak pada Ekonomi Ekonomi Lokal
- Rektor Ummat Lantik Tujuh Pejabat Struktural, Energi Baru Menuju Kampus Unggul dan Berdaya Saing
Dari delapan pelaku, sambung Kapolda, penyidik Dit Reskrimum Polda mengungkap sebanyak 20 orang telah menjadi korban. Mereka berasal dari berbagai daerah. Mulai Pulau Lombok hingga Pulau Sumbawa.
“Korban ini dari daerah se-NTB,” jelasnya.
Sebagian besar para korban dijanjikan bekerja di luar negeri, salah satunya di Malaysia. Mereka diiming-imingi akan berkerja di bagian perhotelan dan perkebunan.
Saat ini, polisi sedang menyelidiki identitas pemilik paspor diduga ilegal tersebut. Siapa namanya, asalnya dari mana, dan bagaimana para pelaku bisa memiliki paspor tersebut.
“Kami juga berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk mengetahui paspor ilegal atau tidak,” ujarnya.
Sementara Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan, ribuan buku paspor itu didapat di salah satu lemari saat menggeledah PT Mahesa Putra Tunggal.
“Setelah dicek, masa berlaku paspor itu ada yang habis pada 2014, 2019,” katanya.
Syarif menyebut, paspor itu juga sebagai modus para pelaku untuk mengajak para korban. “Setelah tiga bulan, masyarakat tidak juga berangkat. Karena itu mereka melaporkan ke polisi,” beber mantan Wakapolresta Mataram ini. (KHN)