Mataram (NTB Satu) – Untuk terus meningkatkan proses pengembangan tembakau yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara, Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB telah memfasilitasi penanaman di 620 hektare lahan tembakau yang terdapat di NTB.
Kepala Bidang Perkebunan Distanbun NTB, H. Ahmad Ripai SP., M.Si., mengatakan, fasilitasi terhadap 620 hektare lahan tembakau yang terdapat di NTB adalah proses intesifikasi tembakau virginia. Tembakau Virginia merupakan bahan baku utama industri rokok Indonesia terutama digunakan untuk pembuatan rokok sigaret putih.
“Kami telah memberi bantuan pemberian benih, pestisida, dan pupuk. Fasilitasi intesifikasi tembakau virginia tersebut telah tersalurkan kepada 620 hektare lahan petani tembakau,” ungkap Ripai, ditemui NTB Satu di ruangannya, Kamis, 27 Oktober 2022.
Diketahui, tanaman tembakau merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis tembakau dan agroindustri.
Oleh karena itu, Distanbun NTB telah melakukan berbagai usaha telah untuk pengembangan tembakau, yaitu perbaikan teknik budidaya, pembibitan yang efisien, mendapatkan bahan tanam unggul melalui hibridasi, dan pengaturan jarak tanah.
“Selain itu, kami berusaha tetap memberikan perlindungan terhadap hama dan penyakit. Itu ditujukan untuk penanaman dan pemeliharaan tembakau yang efisien dengan sasaran produksi maksimum,” tandas Ripai.
Pemberian fasilitasi intensifikasi terhadap 620 hektare lahan tembakau yang terdapat di NTB, diketahui didanai oleh Dana Bagi Hasil Cuka Hasil Tembakau (DBHCHT). Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu empat puluh persen untuk kesehatan, kemudian lima puluh persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk tiga puluh persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan dua puluh persen pemberian bantuan) serta sepuluh persen untuk penegakan hukum.
Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal
Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
Dalam Pasal 54 “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar”.
Dalam Pasal 56 “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Bagaimana mengenal rokok ilegal?
Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai illegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)