Mataram (NTBSatu) – Beberapa hari lagi tahun 2023 akan berakhir. Menjelang tahun 2024, korupsi masih menjadi salah satu ‘penyakit’ di NTB.
Hal itu dibuktikan dengan masih banyaknya kasus korupsi selama periode 2023. Bahkan angka kerugian negara di tahun ini paling banyak dibanding tahun sebelumnya.
Kasus Tambang Tasir Besi Lombok Timur Paling Banyak Rugikan Negara
Diketahui, kasus ini menjadi salah satu perbincangan masyarakat NTB. Bagaimana tidak, kasus yang diungkap penyidik Kejati NTB menetapkan sejumlah pejabat sebagai tersangka. Mulai dari mantan kepala dinas hingga yang masih menjabat. Belum lagi para bawahan dan pihak lain.
Kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp36 miliar. Dengan begitu, kasus pasir besi menjadi tindak pidana korupsi dengan kerugian paling besar di NTB. Perkara dengan delapan orang tersangka ini bertempat di Dusun Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur.
Empat dari tersangka tersebut dari golongan ASN dan mantan ASN. Di antaranya, Kadis ESDM NTB, Zainal Abidin dan mantan Kabid Minerba 2021-2022, Trisman. Kemudian, mantan Kabid ESDM 2019-2020, Syamsul Ma’rif dan mantan Kadis ESDM NTB, Muhammad Husni.
Selanjutnya, Kepala Syahbandar Lombok Timur, Sentot Ismudiyanto dan bawahannya, Suharmaji. Dua orang lainnya dari perusahaan PT Anugerah Mitra Graha (AMG), yakni Direktur Po Suwandi dan Kepala Cabang Rinus Adam Wakum.
Kini, Po Suwandi dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati NTB 17 tahun penjara dan Rinus Adam Wakum dituntut 16 tahun penjara.
Keringanan Terdakwa Korupsi Jadi Sorotan
Dalam perkara korupsi 2023 di NTB terdapat kesan membantu para koruptor. Hal itu dibuktikan dengan terbitnya izin berubahnya status tahanan kepada koruptor. Salah satunya, adalah penerbitan izin terdakwa korupsi pasir besi Lombok Timur Po Suwandi menjadi tahanan kota.
Pemberian status itu diberikan Isrin Surya Kurniasih, Majelis Hakim PN Tipikor Mataram. Alasan Direktur PT AMG itu mendapat penangguhan tahanan karena kondisi kesehatan yang bersangkutan. Po Suwandi harus menjalani pemeriksaan di RSUD Kota Mataram.
Diketahui, Po Suwandi absen persidangan pada 7 dan 14 September 2023. Alasannya, karena dia dalam kondisi sakit. Dia diketahui pernah menjalani pengobatan di RSUD Kota Mataram.
Namun penelusuran NTBSatu, pada dua tanggal itu Po Suwandi terungkap tidak menjalani pengobatan di RSUD Kota Mataram.
Selain Po Suwandi, terdakwa korupsi pengadaan alat metrologi Disperindag Dompu, Sri Suzana juga terkesan mendapat ‘bantuan’ dari Majelis Hakim PN Tipikor Mataram, Mukhlassudin. Alasannya sama, karena kondisi kesehatan koruptor.
Saat itu terdakwa sekaligus Kadisperindag Dompu itu menjadi tahanan kota karena mengaku sedang sakit step. Padahal, saat sidang perdana Jumat, 1 September 2023, Sri Suzana nampak biasa saja. Bahkan pasca menjalani persidangan, dia nampak tersenyum dan bercanda bersama sejumlah orang.
Saat itu, sikap majelis hakim yang memberi keringanan atau memberi bantuan kepada para koruptor mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Direktur Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) NTB, Dwi Arie Santo.
Menurutnya, Majelis Hakim tidak boleh sembarangan memberi keringanan kepada terdakwa korupsi. Khawatirnya, terdakwa akan menghambat jalannya penegakan hukum. Seperti menghilangkan barang bukti, melarikan diri, dan melakukan perbuatan serupa.
“Karena ketika seorang tersangka atau terdakwa ditahan, tentu alasannya berkaitan dengan mekanisme hukum. Dan tentu selama ditahan, tidak akan mengganggu proses hukum,” bebernya.
Karena itu, menurutnya, Hakim mesti cermat dan mempertimbangkan dengan matang sebelum memberi keringanan kepada terdakwa. Jangan-jangan penangguhan penahanan adalah modus baru para koruptor untuk mengganggu penegakan hukum.
“Ini bisa jadi masalah juga bagi penegak hukum,” tegasnya.