Mataram (NTBSatu) – Banyak kasus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar netralitas di Pemilu ini, tapi berakhir pada hukuman yang dinilai tidak memberikan efek jera berarti bagi pelaku.
Sebagai contoh, Kepala Desa (Kades) di Lombok Barat yang hanya divonis 3 bulan penjara setelah aktif mengampanyekan istrinya sebagai Calon Legislatif (Caleg).
Sementara di beberapa kasus ASN lainnya, hanya berakhir dengan pelaporan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) tanpa ada kejelasan hukuman yang bisa memberikan efek jera.
Padahal, ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Dalam aturan itu termaktub, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Berita Terkini:
- Muazim Akbar Serap Aspirasi Warga NTB, Fokus Isu Buruh Migran dan Perempuan
- Dewan Sayangkan Silang Informasi Pansel Bank NTB Syariah
- Interpelasi DAK 2024: Jalan Terjal Fraksi Pengusul, Tanda Tanya Publik untuk Kubu Penolak
- Lima Siswa SD di Lombok Tengah Diduga Keracunan MBG
ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Di Kabupaten Bima sendiri, banyak ditemukan kasus pelanggaran netralitas ASN.
Terbaru, pada 17 Januari 2024 kemarin, sebanyak 10 ASN dari Kabupaten Bima yang terbukti melanggar netralitas dilaporkan ke KASN dan kini sedang dalam tahap proses.