HEADLINE NEWSPemerintahan

Aroma “Deadlock” Pembahasan APBD NTB Dipicu Dana Pokir, Fitra NTB: Kecuali Eksekutif-Legislatif Mau Kompromi

Tekan Belanja OPD, Naikkan Pokir

Sebagai gambaran, dalam Rancangan KUA PPAS, Pemerintah Provinsi NTB mengajukan target pendapatan sebesar Rp5,781 Triliun. Terdiri dari PAD sebesar 2,712 Triliun dan Dana Transfer sebesar Rp3,068 Triliun.

Target belanja sebesar Rp5,658 Triliun dan target pembiayaan netto sebesar Rp122,766 Miliar.
Pada sisi eksekutif, diklaim sudah ada upaya keluar dari jebakan utang yang sudah dialami tiga tahun terakhir. Sehingga APBD NTB bisa pulih dan sehat kembali.

Informasi diperoleh dari eksekutif, pengurangan belanja berdampak pada besaran plafon yang diterima OPD. 

Nilainya sangat kecil dan hanya cukup untuk membiayai gaji dan tunjangan serta operasional kantor seperti pembayaran listrik, internet dan BBM.

Alokasi belanja Program pada masing masing OPD sangat minim dan banyak program strategis yang anggarannya malah nihil.

Data diperoleh NTBSatu, program yang anggarannya nihil seperti Program Pemberdayaan UMKM, Program Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi pada Dinas Koperasi UKM.

IKLAN
Berita Terkini:

Selain itu program yang anggarannya masih nihil juga terlihat di Dinas Perdagangan seperti Program Stabilisasi dan Jumlah Ketersediaan Harga Barang Kebutuhan Pokok. Padahal program ini sangat terkait dengan upaya pengendalian inflasi. Masih banyak lagi program strategis yang tersebar di OPD belum  mendapatkan alokasi anggaran.

Bertolak belakang terlihat di gedung Udayana. Walaupun dalam Rancangan KUA PPAS yang diajukan eksekutif sudah dialokasikan anggaran dalam kisaran Rp2 Miliar per anggota, namun angka itu tidak cukup membuat anggota dewan puas.

Dari informasi yang beredar, DPRD ngotot minta tambahan anggaran pokir Rp400 Miliar sampai Rp500 Miliar. Kalau dipukul rata maka masing2 Anggota akan mendapatkan Rp7 Miliar.

Analisa masalah ke depan, penambahan anggaran Pokir berdampak pada target pendapatan yang tidak memiliki prognosis yang jelas.

Hendriadi melanjutkan, situasi daerah tahun 2024 dipastikannya lebih berat. Selain karena ada beban anggaran Pemilu dan Pilkada, hal lain adalah transfer dari pusat ke daerah akan menurun. Dipicu  situasi ekonomi global yang memburuk.

Jika legislatif memaksakan kehendak menaikkan belanja menjadi Rp6 Triliun lebih, maka akan sangat berat bagi eksekutif. 

Memaksa genjot PAD untuk pemenuhan kebutuhan belanja itu,  juga relatif sulit untuk situasi saat ini. 
“Harus ada win win solution dan mau berkorban para pihak ini. Jika tidak, maka sulit untuk mengejar deadline penetapan APBD Pada 30 November 2023,” tegas Hendri. 

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button