“Walaupun anak menjadi pelaku pidana, sistem hukum kita tetap menempatkan anak sebagai korban. Hal ini disebabkan salah pengasuhan atau korban lingkungan dia dibesarkan. Artinya kesalahan anak itu tidak berdiri sendiri,” lanjut Guntur.
Guntur pun menambahkan, sehingga penyelesaian secara hukumnya itu dapat dilakukan secara diversi atau diluar pengadilan.
Baca Juga : Lalu Zohri dkk Lolos Final Estafet Putra 4×100 Meter Asian Games 20233
Artinya, kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antara tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan/atau masyarakat. Serta, difasilitasi oleh Pembimbing Kemasyarakatan Anak, Polisi, Jaksa atau Hakim.
“Selain itu, dikenal juga konsep restorative justice, sebuah proses semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama. Bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut, demi kepentingan masa depan anak atau kepentingan terbaik bagi anak,” tutupnya. (JEF)
Baca Juga : Pendaftar PPPK 2023 di NTB Baru 4.803 Orang, 196 Orang Tidak Memenuhi Syarat