Diingatkannya bahwa sejarah perjuangan bangsa ini melawan penjajah tentu tak bisa dilepaskan dari peran besar para ulama. Tidak terlepas juga dari semangat persatuan dalam keberagaman yang telah diwujudkan sejak saat itu, antara komunitas masyarakat pemeluk Agama Islam dengan masyarakat umat agama dan kepercayaan lainnya.
“Merujuk pada sejarah tersebut tentu sangat tidak mungkin akan ada permasalahan besar yang timbul akibat isu ini, jika tidak ada yang memang sengaja membuatnya,” ungkap politisi muda Lombok Barat tersebut.
Selain dimasa penjajahan dan era perebutan kemerdekaan, hubungan erat dan kekeluargaan antara kaum religiusitas dan nasionalisme di Indonesia sebenarnya tetap terjadi dan terpelihara baik hingga saat ini. Bahkan beberapa pimpinan tertinggi di negeri ini terhubung secara silsilah keturunan dengan para ulama besar Islam tersebut.
Baca Juga:
- Zul-Uhel Berdayakan UMKM Lokal untuk Logistik Pilgub NTB
- Berkunjung ke Wilayah Timut Sumbawa, Haji Mo Dapat Curhatan soal Perbaiki Jalan dari : Tahun Depan Sudah Mulus
- Iqbal-Dinda Tunjukkan Keberpihakan ke Pemilih Pemula, Adhar Hakim: Kami Sangat Mengistimewakan Mereka
- Tiga Kontainer Logistik Zul-Uhel Tiba di Mataram, Sambirang Ahmadi: Siap Hadapi “Pertempuran” Pilgub NTB
“Diantaranya Presiden ke-4 KH Abdurahman Wahid Gusdur yang memang keturunan langsung dari KH Hasim Asyari. Nenek Gusdur, istri dari KH Hasyim juga merupakan keturunan Ki Ageng Basyariah ulama besar dari Madiun,” tutur IJU.
“KH Abdul Manan Diponenggolo, pendiri Ponpes Tremas Pacitan adalah merupakan leluhur dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),” sambung IJU.
Dari fakta-fakta tersebut, IJU meyakini bahwa hubungan antara kaum nasionalis dan religi di negeri ini sedianya selalu harmonis. Dari sejak jaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini, bahkan seharusnya sampai masa jauh kedepan.