Mataram (NTBSatu) – Tahun 2024 segera berakhir. NTB belum juga sembuh dari penyakit hukum menjelang pergantian tahun. Banyak kasus dan penanganan perkara yang membuat masyarakat mengelus dada.
Mulai dari pelecehan seksual hingga banyaknya tunggakan sejumlah kasus korupsi. Belum lagi kerusakan lingkungan akibat lemahnya pengawasan dan penindakan hukum.
Agus “Makan” Belasan Korban
Salah satu kasus yang menonjol di tahun 2024 adalah dugaan pelecehan seksual yang melibatkan penyandang disabilitas, inisial IWAS alias Agus. Kasus ini pun menjadi isu nasional. Sejumlah tokoh turut menyoroti perkara mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Mataram tersebut.
Setidaknya 17 orang yang menjadi korban pria 22 tahun tersebut. Tiga di antaranya merupakan anak di bawah umur.
Meski memiliki keterbatasan fisik, ia mendekati korban dengan pendekatan psikologi. Berdasarkan analisa ahli, tersangka memiliki kecenderungan membaca situasi dan mengatur ulang strategi. Sehingga tergolong lihai, mahir, dan sudah terbiasa.
Belakangan terungkap Agus memaksimalkan kedua kakinya dalam menjalankan aksinya. Karena dalam kehidupannya sehari-hari, ia menggunakan kedua kakinya untuk menutup pintu, makan, tanda tangan, dan menggunakan sepeda motor khusus.
Berangkat dari itu, Agus dinilai tidak memiliki hambatan untuk melakukan dugaan kekerasan seksual.
Alat bukti sehingga polisi menetapkan Agus sebagai tersangka adalah adanya keterangan dari sejumlah saksi. Di antaranya teman korban, dan pengakuan ssksinlain bahwa dirinya juga mengalami peristiwa yang sama.
Pimpinan Ponpes Kompak Lakukan Pelecehan Seksual
Rusaknya moral tak hanya menghinggapi rakyat biasa di NTB. Namun juga segelintir tokoh agama. Kasus terbaru, oknum pimpinan salah sau ponpes di Lombok Barat inisial AM bersama anaknya D menjadi tersangka dugaan persetubuhan santriwati yang merupakan anak di bawah umur.
Korban merupakan santriwati yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersangka, dan salah satu di antara korban sudah disetubuhi.
Modusnya, salah satu tersangka meminta korban agar menjaga keluarganya yang sedang sakit secara bergilir. Lokasi persetubuhan dan pelecehan itu bertempat di dalam pondok pesantren.
Saat itu, oknum pimpinan ponpes melancarkan aksi bejatnya dengan melakukan pencabulan. Bahkan salah satunya ada yang disetubuhi. Korban tersangka, sama.