Mataram (NTB Satu) – Kontestasi Pemilu tahun 2024 kemungkinan besar akan menjadi pemilunya anak muda, sebab akan banyak didominasi oleh kalangan generasi muda, baik generasi milenial maupun Gen Z.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua KPU NTB Suhardi Soud dalam acara Gebyar Cerdas Memilih yang digelar oleh RRI Mataram Rabu 31 Mei 2023.
Ia menjelaskan pemilu 2024 nanti merupakan tahun politik yang lebih banyak pemilihnya dari kalangan milenial. Ia menerangkan berdasarkan dari data KPU tentang angka usia pemilih di tahun tersebut.
“Data pemilih sementara di NTB ini ada 54,04 persen atau 2,1 juta pemilih yang di bawah 40 tahun sedangkan yang di nasional ada sekitar 116 juta atau 56 persen,” ujarnya saat diwawancara.
Lebih jauh ia memprediksi angka pemilih muda yang cukup besar itu akan turut mempengaruhi hasil dari setiap tingkatan pemilihan baik di level eksekutif maupun legislatif.
“Merekalah yang menjadi penentu siapa yang terpilih nantinya. Porsi terbesar ternyata berasal dari generasi milenial atau gen Z,” katanya.
“Dan ini menentukan sekali siapa yang akan menjadi pemimpin bergantung pada pilihan mereka,” tambahnya.
Dalam segi memperkenalkan kepada generasi milenial tentang pentingnya memilih serta menjadi pemilih cerdas, ia mengatakan perlu ada terobosan dalam hal sosialisasi.
Pastinya akan ada upaya KPU NTB untuk beradaptasi terhadap kultur-kultur dari anak muda sehingga nilai-nilai demokrasi bisa tersalurkan dengan baik.
“Tentu strategi sosialisasi akan bergeser lebih banyak menggunakan media-media sosial tidak lagi manual, saya kira juga pengaturan kampanye akan ada perbaikan-perbaikan,” pungkasnya.
Kemudian ia pun membandingkan terhadap partisipasi pemilih pada pemilu sebelumnya yang mencapai 82 persen dari total pemilih di NTB. Dengan data tersebut ia berharap agar partisipasi pemilih pada pemilu yang akan datang bisa sama atau melebihi dari 82 persen.
“Ada 82 persen partisipasi pemilih tahun 2019 di NTB, minimal kita di angka itu pada pemilu tahun 2024 nanti,” jelasnya.
Adanya dinamika politik yang tinggi menurutnya bukan berarti menyebabkan politik yang destruktif, tetapi malah sebaliknya justru akan meningkatkan jumlah partisipasi pemilih dalam memberikan hak suaranya.
“Pengalaman di tahun 2019 dengan dinamika politik yang tinggi itu ternyata meningkatkan partisipasi,” tandasnya. (ADH)