Hukrim

Sekda Kabupaten Bima Diperiksa Kejati NTB Soal Dugaan Korupsi BUMD

Mataram (NTB Satu) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB memeriksa Sekda Kabupaten Bima, Taufiq HAK, Kamis, 30 Maret 2023. Dia diperiksa terkait kasus dugaan penyalahgunaan anggaran penyertaan modal delapan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Bima.

Selain Sekda, kejaksaan juga sebelumnya memanggil dan akan memeriksa Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bima.

Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera mengatakan dirinya belum mengetahui informasi tersebut. “Hari ini saya tidak masuk kantor,” katanya.

Kepala Bagian Protokol Komunikasi Pimpinan Setda Bima, Suryadin yang dikonfirmasi membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. “Ya benar, Sekda diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi,” jawabnya singkat.

Sebelumnya, kejaksaan telah melayangkan surat pemanggilan terhadap pejabat Pemkab Bima dan akan diperiksa hari ini.

IKLAN

Sebagai informasi, kejaksaan menerima laporan adanya penyelewengan anggaran delapan BUMD Bima dari 2015 hingga 2021 pada 20 Februari 2023 lalu. Menindaklanjuti hal itu, kejaksaan meningkatkan status kasus ke tahap penyelidikan.

Dalam laporan tersebut, Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp90 miliar kepada delapan BUMD selama tujuh tahun menjabat.

Nilai penyertaan modal itu sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bima tahun 2021.

Namun, nilai penyertaan modal selama 7 tahun itu berbeda dengan hasil penelusuran Inspektorat Kabupaten Bima pada September 2021 lalu. Inspektorat menemukan penyertaan modal periode 2015-2022 sebesar Rp68 miliar.

Perbedaan nilai tersebut diduga adanya penyertaan modal secara sepihak sekitar Rp21 miliar lebih pada tahun2020 dan 2021. Dengan rincian, PDAM Bima Rp7 miliar dan BPR NTB Cabang Bima Rp11 miliar.

Dari uraian laporan, penyertaan modal tahun 2020 dan 2021 dilakukan tanpa didukung peraturan daerah (Perda). Sebab Perda Penyertaan Modal sebelumnya hanya berlaku pada tahun anggaran 2019. Sehingga terjadi perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2019, tentang Penyertaan Modal akhir tahun anggaran 2021.

Dengan adanya perda perubahan tersebut, seharusnya penyertaan modal hanya bisa dilakukan di tahun 2022.

Sementara, penyertaan modal dari tahun 2015 sampai tahun 2019, dengan rincian, Bank NTB sebanyak Rp24,6 miliar, PDAM Rp1,8 miliar, PD Wawo Rp1,5 miliar.

Kemudian, PD BPR NTB Bima Rp1,650 miliar, PT Dana Usaha Mandiri Rp250 juta, PT Dana Sanggar Mandiri Rp250 juta, BPR Pesisir Akbar Rp2,350 miliar, dan PT Jamkrida NTB Gemilang sebanyak Rp500 juta.

Dalam laporan masyarakat tersebut, Pemda Bima dinilai tidak melakukan pemeriksaan terkait penggunaan anggaran penyertaan modal oleh delapan BUMD, dan penyertaan modal tidak melewati prosedur seperti analisis investasi.

Selain itu, penyertaan modal disebut modus baru dalam tindak pidana korupsi. Ditambah, dividen untuk Pemkab Bima dari BUMD tidak dihitung dengan jelas dan pasti untuk kepentingan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD).

Sementara, Kabag Prokopim Setda Bima, Suryadin tidak menampik ada alokasi anggaran penyertaan modal tahun 2020 dan 2021.

“Kalau penyertaan modal BUMD memang dianggarkan dalam APBD murni tahun 2020. Kemudian dinolkan setelah APBD perubahan,” terangnya.

Sementara, pada tahun anggaran 2021 tidak dianggarkan lagi penyertaan modal BUMD. Meskipun angka tersebut muncul dalam dokumen APBD tahun 2021, namun tidak direalisasikan. Karena menurutnya, belum ada Perda Penyertaan Modal sebagai acuan penjabaran.

Selanjutnya, terkait nilai alokasi penyertaan modal selama dua tahun terakhir, Suryadin membenarkan angka Rp20 miliar. Tetapi dari nilai tersebut, tidak seluruhnya direalisasikan.

“Jika mengacu pada dokumen APBD2020 dan 2021 itu benar (Rp20 miliar), karena tertuang di dalamnya dan dibahas dengan legislatif,” ucapnya. (KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button