Daerah NTB

DPR Kritik DPR, Tuding Pokir di NTB Diperjual Belikan

Mataram (NTBSatu) – Balas pantun antara anggota DPR RI H. Rachmat Hidayat dengan pimpinan DPRD NTB berlanjut, bahkan semakin panas.

Rachmat Hidayat yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan NTB  mengaku meradang setelah membaca pernyataan Wakil Ketua DPRD NTB, H. Muzihir yang menudingnya campur urusan DPRD NTB.

Pernyataan Muzihir itu terlontar  setelah Rachmat melarang Anggota DPRD dari PDI Perjuangan ikut program kunjungan kerja ke luar negeri yang dinilai mubazir.

Mendapat sanggahan itu, Rachmat Hidayat ancam buka “borok” DPRD NTB, khususnya terkait dugaan jual beli dana Pokok pikiran (Pokir). 

“Saya punya bukti bagaimana proyek pokir ini diperjual belikan. Bagaimana praktik ijon proyek pokir tersebut dengan kontraktor. Saya juga punya bukti, ada oknum pimpinan DPRD tawaf keliling dinas-dinas untuk meminta proyek,” tegas Rachmat Hidayat.

Kisruh bermula dari rencana Kunker DPRD NTB ke Australia dan Dubai. Ketika itu, Rachmat menjawab pertanyaan wartawan terkait urgensi Kunker. Dengan tegas ia melarang kader PDI Perjuangan NTB untuk ikut Kunker.

IKLAN

PDI Perjuangan melihat, kunjungan ke luar negeri tersebut tak akan memberikan tambahan pengetahuaan atau keterampilan legislasi dan budgeting yang signifikan bagi anggota DPRD dari partainya.

Tidak ada yang bisa dibawa pulang dari luar negeri terkait peningkatan PAD bagi daerah misalnya, atau pola pembangunan negara yang dikunjungi tersebut yang bisa diadopsi.

Namun sikapnya terhadap kader PDI Perjuangan yang duduk di Gedung Udayana itu justeru dinilai sebagai intervensi.

Menurut Rachmat, langkah pimpinan DPRD NTB menuding kebijakan internal partai terhadap anggota fraksi sebagai wujud intervensi pada lembaga, adalah sebuah persoalan yang sangat serius.

Sebab, siapa pun bisa menilai itu adalah cerminan DPRD NTB dan merupakan kebijakan resmi. Sebuah hal yang tidak bisa diterima, mengingat konstitusi menjamin bahwa fraksi adalah alat kelengkapan DPRD NTB yang merupakan kepanjangan tangan partai politik.

“Sangat tidak bisa diterima jika kebijakan internal partai kepada anggota fraksinya di DPRD, dituding sebagai bentuk intervensi lembaga oleh pimpinan. Kalau mau ikut campur, dari dulu kita sudah ikut campur,” katanya.

Siap Adu Bukti Permainan Proyek

Rachmat mengatakan, tudingan yang dilontarkan Wakil Ketua DPRD NTB tersebut menunjukkan bahwa dirinya benar-benar telah ditantang untuk turut campur terkait kinerja DPRD NTB sebagai sebuah lembaga. Karena itu, Rachmat menegaskan dirinya siap melakukannya sekarang.

Mantan Wakil Ketua DPRD NTB ini mengemukakan, terlalu banyak hal yang terjadi di DPRD NTB yang mengharuskan para pihak di luar lembaga untuk turut campur. Rachmat memberi contoh terkait banyak hal.

Salah satunya tentang program fisik yang berasal dari Pokir anggota DPRD NTB.

Dia mengklaim mengetahui persis, bagaimana pembahasan anggaran di DPRD NTB yang disebutnya amburadul. Diungkapkannya, telah terjadi saling sandera saat pembahasan anggaran. Kata Rachmat, DPRD baru mau meluluskan anggaran yang diajukan eksekutif manakala kepentingan mereka telah terakomodasi. Tanpa itu, KUA-PPAS katanya, tidak akan mulus.

Imbasnya kata Rachmat, besaran pendapatan daerah akhirnya acap tak seimbang dengan besarnya belanja. Dia memberi contoh. Dalam APBD NTB, ada potensi pendapatan sebesar Rp 350 miliar dari aset Pemprov NTB di Gili Trawangan. Padahal, kata dia, publik tahu persis, bahwa hal tersebut benar-benar tidak masuk akal.

“Semua itu harus dilakukan semata demi bisa meluluskan pokir dari anggota dan pimpinan DPRD NTB. Saya punya bukti dan siap adu bukti,” tandas dia.

Imbas dari semua itu kata Rachmat, utang Pemprov NTB kepada para kontraktor kini menumpuk. Bahkan nilainya lebih dari Rp 300 miliar. Dan umumnya, para kontraktor ini adalah mereka yang mengerjakan program fisik dari Pokir wakil mereka di lembaga parlemen.

Rachmat menegaskan, dirinya tak anti program pokir. Sebab, dia tahu persis bahwa program tersebut juga untuk masyarakat. Namun, menjadi hal yang tidak benar manakala wakil rakyat memaksakan program tersebut dengan cara-cara yang tidak benar pula.

Karena itu, Rachmat menegaskan, jika kini Pemprov NTB berutang pada kontraktor, maka sepenuhnya hal tersebut tidak bisa dibebankan kepada Gubernur NTB belaka. Sebab, jelas-jelas ada andil DPRD NTB yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

“Undang-Undang Pemerintahan Daerah jelas menyebutkan bahwa pemerintahan daerah itu ada Gubernur dari eksekutif dan DPRD dari usur legislatif. Karena itu, DPRD NTB harus dimintai tanggung jawab atas hal ini,” ujarnya.

Muzihir  akan Jawab Tudingan Rachmat

Dikonfirmasi soal kritik yang mengarah ke tudingan tersebut, H. Muzihir siap menyampaikan klarifikasi. “Saya akan klarifikasi dengan semua wartawan siang ini,” kata Muzihir dihubungi ntbsatu.com, Senin 20 Maret 2023 siang.

Sedikit didesak soal tanggapan awal terkait tudingan jual beli Pokir demi keberimbangan berita, Muzihir enggan memperpanjang tanggapannya. “Pokoknya nanti. Saya tidak ingin simpang siur. Sekalian saya sampaikan,” tegas politisi PPP itu. (HAK/ADH)  

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button