Mataram (NTB Satu) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB belum bersikap terkait penghentian kasus dugaan penggunaan BBM ilegal di Lombok Timur.
“Masih dikaji, apakah surat perintah penghentian penyidik (SP3) kasus itu akan diterima atau tidak,” kata Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera pada Selasa, 7 Maret 2023.
Jika diterima, lanjut Efrien, kasus di Kecamatan Labuan Haji, Lombok Timur tersebut akan ditutup hukum. Sebaliknya, jika Kejaksaan menemukan ada kejanggalan dalam pemberhentian, Kejaksaan mengadukan ke pengadilan.
“Nanti akan diajukan ke pengadilan,” lanjut Efrien.
Diberitakan sebelumnya, Polda NTB telah mengeluarkan SP3 terhadap kasus kapal BBM diduga ilegal di Lombok Timur pada 21 Februari 2023 lalu.
Perintah pemberhentian kasus yang terjadi di Perairan Pelabuhan Haji, Kecamatan Labuan Haji, Kabupaten Lombok Timur tersebut, tertuang dalam surat ketetapan Nomor : SK.Sidik/01/II/RES.1.9/2023/Dit Polaruid.
Alasannya, pemberhentian kasus tersebut lantaran dianggap tidak memiliki bukti yang cukup untuk dilanjutkan.
Penyidik sudah mengirimkan berkas perkara kepada JPU sebanyak empat tahapan.
“Namun JPU menolak dengan alasan bahwa berkas perkara belum lengkap,” kata Plh. Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan.
Polda NTB menilai, penghentian penyidikan perkara ratusan ton BBM diduga ilegal itu, sudah berjalan sesuai udang-undang yang berlaku.
Sementara versi Kejaksaan Tinggi NTB sebelumnya, berkas ditolak karena masih ada peran orang lain yang belum diseret dalam kasus tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta penyidik Ditpolairud Polda NTB menyeret pemesan BBM sebagai tersangka, namun sampai tiga kali pengiriman tak kunjung dipenuhi.
Direktorat Polairud Polda NTB sebelumnya menghentikan penyidikan kasus dugaan tindak pidana minyak dan gas (Migas) pada dugaan BBM ilegal di Perairan Dermaga Labuan Haji, Lombok Timur yang menyeret tiga orang tersangka.
Padahal tiga orang sebelumnya telah ditetapkan tersangka. Ketiganya adalah JS selaku Manager Operasional. Am dan AW selaku nakhoda Kapal MT Harima.
SP3 itu juga turut disoroti pakar hukum pidana Universitas Mataram (Unram), Joko Jumadi, SH., MH.
Menurutnya, pemberhentian kasus tersebut merupakan tindakan aneh yang dilakukan Polda NTB.
Jika dilihat dari kronologis kasus, sejumlah alat bukti yang sudah didapat seharusnya cukup menjadi alasan bahwa kasus ini tetap harus berjalan atau dilanjutkan.
Menurutnya, pihak penyidik Polda NTB seharusnya membuka ke publik terkait saran dan kekurangan dari berkas yang dikirim jaksa sebagai perbaikan.
Pada perkara ini, lanjut Joko, pihak Kejaksaan seharusnya turut bersuara dan mempertanyakan SP3 yang dikeluarkan Polda NTB. Apalagi Kejaksaan hanya meminta penyidik melakukan pendalaman lebih lanjut dan penambahan tersangka.
Joko menegaskan, jangan sampai dalam kasus ini seolah olah kesalahan ditimpakan ke kejaksaan. “Jangan sampai kasus ini menambah catatan buruk kepolisian yang saat ini terpuruk,” ucapnya. (KHN)