Mataram (NTB Satu) – Selain membangun rumah tata kelola sampah berbasis maggot di NTB, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB melengkapi pembangunan tersebut dengan berbagai aspek sanitasi yang baik bagi masyarakat.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran DLHK NTB, Firmansyah mengatakan, wilayah yang dipilih untuk menjadi lokasi pengelolaan aspek sanitasi ini merupakan wilayah yang telah berhasil mengembangkan embrio tata kelola sampah.
“Namun, secara garis besar, kami telah melakukan pengembangan juga di masing-masing kota dan kabupaten yang ada di NTB,” ujar Firmansyah, ditemui NTB Satu di ruang kerjanya, Senin, 31 Oktober 2022.
Sanitasi adalah bagian dari sistem pembuangan air limbah, yang menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, sisa-sisa proses industri, pertanian, peternakan dan rumah sakit. Selain itu, sanitasi merupakan suatu usaha untuk memberikan fasilitas di dalam rumah agar selalu bersih dan sehat.
“Semoga apa yang kami lakukan, dapat bermanfaat bagi masyarakat,” tandas Firmansyah.
Pengadaan aspek sanitasi di masing-masing rumah tata kelola sampah berbasis maggot di NTB, diketahui didanai oleh Dana Bagi Hasil Cuka Hasil Tembakau (DBHCHT). Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu 40 persen untuk kesehatan, kemudian 50 persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk 30 persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan 20 persen pemberian bantuan) serta 10 persen untuk penegakan hukum.
Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal
Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
Dalam Pasal 54 “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar”.
Dalam Pasal 56 “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Bagaimana mengenal rokok ilegal?
Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai ilegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)