Daerah NTB

Hingga September, Temuan Kasus PMI Ilegal di NTB Sebanyak 881 Kasus

Mataram (NTB Satu) – Hingga September 2022, kasus pekerja migran ilegal di NTB tercatat sebanyak 881 kasus. Dari 881 kasus tersebut, 426 kasus adalah pekerja migran perempuan. Jumlah tersebut dicatat oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB.

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, I Gede Putu Aryadi, masih banyak calon pekerja migran yang termakan oleh rayuan calo, yaitu diiming-imingi gaji cukup besar.

Jumlah kasus pada September 2022 mengalami penurunan dibandingkan dengan jumlah kasus pada 2021.

“Ya, memang ada penurunan. Dahulu, tahun 2021, terdapat 1.008 kasus pekerja imigran ilegal di NTB,” ujar Gede, Jumat, 30 September 2022.

Melalui kacamata gender, sebanyak 426 orang dari 881 kasus merupakan perempuan. Pada 426 kasus tersebut, terdapat pula yang digagalkan pemberangkatannya saat di Jakarta.

“Pada tahun 2022, kami banyak mencegah pemberangkatan. Ada yang ingin berangkat ke Timur Tengah, namun saat di Jakarta, kami gagalkan keberangkatannya,” terang Gede.

Menurut keterangan Gede, sebagian besar dari 426 pekerja migran perempuan memiliki tujuan pemberangkatan ke Timur Tengah. Fenomena tersebut cukup aneh. Sebab, pekerja migran dengan penempatan Timur Tengah seharusnya tidak lagi dapat diberangkatkan sejak morotarium tahun 2015.

Selain itu, dengan terdapatnya regulasi konversi visa di Timur Tengah, hal tersebut menjadi peluang bagi calo ketika hendak mengirim pekerja migran walaupun moratorium tetap berlaku.

“Walaupun ada morotarium tujuan Timur Tengah, masih terdapat yang berangkat secara non-prosedural,” beber Gede.

Mengutip data UPT. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) NTB, sejak Januari sampai Juni 2022, terdapat 2.524 pekerja migran dari NTB yang telah dikirim ke luar negeri, 1.703 laki-laki dan 821 perempuan.

Dalam melakukan upaya pencegahan bagi pekerja migran ilegal, Gede akan melakukan penguatan di tingkat Disnaker Kota dan Kabupaten. Dari pengamatannya masyarakat mulai sadar mengenai pemberangkatan secara prosedural.

“Sekarang terdapat kesadaran di masyarakat. Mereka mulai bertanya ke Disnaker Kota dan Kabupaten mengenai penempatan legal. Kami akan perkuat Disnaker Kota dan Kabupaten,” pungkas Gede. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button