Daerah NTB

Proyek Kereta Gantung di Rinjani Bikin Aktivis Lingkungan Meradang

Mataram (NTB Satu) – Sejumlah aktivis lingkungan di NTB kembali meradang setelah mengetahui berlanjutnya proyek kereta gantung Rinjani di sekitar Desa Aik Berik, Kabupaten Lombok Tengah. Proyek tersebut dikhawatirkan menimbulkan kerusakan ekologi.

Saat ini, proyek kereta gantung Rinjani sedang menempuh proses perancangan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan perancangan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara Pemprov NTB dengan investor.

IKLAN

Ketua Wahana Pencinta Alam (Wanapala) NTB, Arie Syahdi Gare mengatakan, menolak dengan keras pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani. Sebab, Hutan Kemasyarakatan (HKM) di area Gunung Rinjani yang bakal menjadi lokasi pembangunan kereta gantung dipenuhi oleh berbagai jenis fauna dan flora.

“Sebenarnya, situasi ekologi di area pembangunan kereta gantung ini masih belum baik. Nantinya, apabila dibangun kereta gantung, justru itu akan makin memperparah situasi HKM,” ungkap Arie, ditemui NTB Satu di Mataram, Sabtu, 23 April 2022.

Lebih lanjut, Arie menjelaskan, dengan dibangunnya kereta gantung di area Gunung Rinjani bakal membuat masyarakat kesusahan mengakses air. Sebab, hulu sungai Pulau Lombok terletak di area pembangunan kereta gantung.

“Sumber air masyarakat Lombok Tengah dan selatan, rata-rata berasal dari hulu yang terletak di sekitar Gunung Rinjani. Saat ini, Wanapala NTB menolak pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani,” ujar Arie.

IKLAN

Arie memperingatkan pihak terkait tidak seharusnya kembali melakukan tindakan yang bakal membuat tingkat kerusakan ekologi makin parah.

“Kondisi daerah di HKM yang akan dijadikan lokasi pembangunan kereta gantung itu sebenarnya tidak terlalu menarik. Vegetasi di sana sudah cukup buruk. Kemudian, HKM sudah berubah fungsi menjadi kebun. Saya harap, jangan lagi membuat kerusakan,” tegas Arie.

Lebih lanjut, Arie menyampaikan, pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani berpotensi mengganggu nilai serta psikis masyarakat adat.

“Pembangunan yang melibatkan tanah-tanah masyarakat adat pasti bakal membawa pengaruh buruk. Janganlah selalu membuat kemajuan ekonomi sebagai tameng untuk menggeser masyarakat adat meninggalkan aktivitas yang telah lama mereka lakukan,” jelas Arie.

Arie menyarankan, pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani sebaiknya dipindah menuju lokasi lain.

“Yang namanya pengusaha, pasti tidak mau rugi. Jadi, seandainya proyek kereta gantung itu tidak mau diberhentikan, saya menyarankan agar pindah ke lokasi lain. Kalau memang masih ngotot, pindah saja lokasinya di sekitar Tanjung Ringgit dan Pantai Bangko-bangko. Jangan ganggu debit air kami,” saran Arie.

Sementara itu, Koordinator Kota Earth Hour Mataram, Wibisono Setiyoadi turut memberikan tanggapan tentang pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani. Ia mengatakan, pembangunan kereta gantung tidak perlu dipaksakan. Terlebih, jika mengganggu keberlangsungan ekologi.

“Seandainya dipaksakan untuk membangun proyek kereta gantung, maka perencanaannya sangat perlu dipertimbangkan. Jangan sampai, proyek ini mengganggu hal-hal yang seharusnya tidak diganggu,” ungkap Wibisono, ditemui NTB Satu di Mataram, Sabtu, 23 April 2022.

Wibisono menegaskan, Earth Hour Mataram menyatakan menolak pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani bila terbukti mengganggu keberlangsungan ekologi.

“Melakukan pembangunan di area hutan lindung sebenarnya merupakan tindakan melanggar aturan. Hutan lindung, harus tetap menjadi hutan. Tidak boleh diganggu oleh aktivitas pembangunan apapun. Masyarakat pun tidak boleh membuka lahan di hutan lindung. Sementara, pemerintah malah membukanya. Itu merupakan hal yang aneh,” kata Wibisono.

Wibisono menyarankan, pihak terkait perlu melakukan sosialisasi konkret mengenai pembangun kereta gantung di area Gunung Rinjani. Menurut Wibisono, komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat perlu diperbaiki.

“Pariwisata itu tidak melulu baik. Apalagi untuk budaya. Pariwisata di NTB memang sedang gencar, tetapi perubahan budaya pun turut terjadi. Pada akhirnya, masyarakat lokal tidak mengetahui adat berserta budaya mereka sendiri,” ujar Wibisono.

Terahir, baik Arie maupun Wibisono sama-sama berharap agar pihak terkait memikirkan terlebih dahulu dampak dari pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani.

Sebelumnya, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) memastikan konstruksi kereta gantung di area Gunung Rinjani mulai dibangun tahun ini.

Investor asal Tiongkok telah memastikan kesiapan pembangunan kereta gantung di area Gunung Rinjani. Lalu, tepat pada Jumat, 22 April 2022, DPMPTSP mengumumkan bahwa investor asal Tiongkok telah menyiapkan anggaran sebesar Rp5 miliar sebagai bentuk keseriusan membangun kereta gantung di area Gunung Rinjani.

Proyek tersebut akan dibuat sepanjang 9 kilometer. Lokasi proyek masih berada di kawasan hutan lindung, mulai dari Desa Karang Sidemen, Batukliang Utara, Lombok Tengah menuju kawasan hutan lindung di bagian atas desa. (GSR)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button