Mataram (NTB Satu) – Kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau pembegalan yang terjadi di bulan April lalu kini tengah berproses di Pengadilan Negeri (PN) Praya. Diketahui kasus pembegalan tersebut menyeret korban Amaq Sinta, bahkan kasus itu sempat viral dan mendapat perhatian publik, khusunya di Lombok.
Salah seorang terdakwa inisal H, menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksan, di PN Praya pada Rabu 6 Juli 2022. Diketahui H merupakan satu-satunya pelaku yang masih berusia anak-anak.
Dalam persidangan, H mengakui bahwa tidak pernah terlibat dalam perencanaan, bahkan tidak tahu adanya senjata yang dibawa para pelaku lainnya. Ia mengaku dirinya hanya disuruh oleh pelaku O untuk ikut mengendarai sepeda motor milik pelaku O, dengan membonceng Pelaku W untuk mengikuti sepeda motor pelaku O yang membonceng pelaku E.
Dilanjutnya, ketika sampai TKP dan terjadi pembegalan terhadap korban Amaq Sinta, terdakwa H hanya diam saja di sepeda motor. Dirinya diam karena ketakutan melihat kejadian yang tidak pernah dibayangkannya. Keterangan H bersesuaian dengan keterangan saksi pelaku W dan keterangan saksi Amaq Sinta pada 22 Juni 2022 lalu.
Dirinya juga menceritakan, sepulangnya ke rumah setelah pembegalan terjadi malam itu, dirinya sudah ditunggu Ibunya dekat pintu yang ternyata khawatir. Ketika ada informasi bahwa H terlibat di kasus pembegalan tersebut, H langsung memeluk ibunya dan memohon maaf.
Pada pokoknya H mengakui perbuatannya, berjanji tidak akan pernah mengulanginya dan meminta maaf di hadapan Hakim. “Saya sangat ingin segera melanjutkan sekolah dan rindu ingin bertemu ibu,” ucapnya.
Ma’shum Ahmad, Ketua Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UIN Mataram, selaku pendamping H berharap, agar fakta persidangan yang menerangkan bahwa H hanya ikut-ikutan dan tidak terlibat aktif, ini dapat menjadi pertimbangan dalam Penuntut Umum (PU) menentukan jenis dan lamanya pidana yang harus dijalani.
“Terlebih ini anak, apalagi dalam ketentuan UU SPPA dan Pedoman Kejaksaan Agung RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana ditentukan bahwa wajib Penuntut Umum mempertimbangkan prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak, termasuk harapan H ingin segera kembali sekolah dan bertemu ibunya,” bebernya. (MIL)