Mataram (NTB Satu) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi NTB mencatat kenaikan okupansi atau tingkat hunian hotel di masa Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2021-2022. Namun demikian, tingkat okupansi di Pulau Lombok tidak merata lantaran terkendala sejumlah faktor.
Ketua BPD PHRI NTB Ni Ketut Wolini mengatakan, untuk hotel-hotel yang ada di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kota Mataram tingkat okupansinya sekitar 75 persen di Nataru ini. Okupansi di Kabupaten Lombok Timur sekitar 45 persen.
Sementara hotel-hotel di Kabupaten Lombok Utara, terutama di kawasan Tiga Gili tingkat okupansinya sekitar 20 persen atau paling rendah. Sebab liburan Nataru yang lebih banyak diisi oleh wisatawan domestik dan lokal kecenderungannya mereka berlibur bukan di wilayah Tiga Gili.
“Okupansi KLU ini belum bisa kita ngangkat terlalu tinggi, karena mungkin di Nataru ini kita kan mengandalkan wisatawan lokal ya. Kalau lokal, tentu sedikit yang nginap di Tiga Gili,” Kata Ni Ketut Wolini kepada ntbsatu.com Sabtu 1 Januari 2021.
Pasar destinasi wisata Tiga Gili memang kebanyakan wisatawan mancanegara. Namun karena masih dalam kondisi pandemi dan terlebih di akhir tahun ini sedang diberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat, sehingga okupansi wilayah Tiga Gili masih minim.
Selanjutnya di awal tahun 2022 ini, PHRI berharap okupansi hotel di NTB tidak terlalu rendah meskipun memang setiap awal tahun dari Januari – Maret masuk dalam ketegori low season. Karena itulah agenda atau event pariwisata yang digelar oleh Pemda maupun oleh pemerintah pusat bisa digelar di awal tahun untuk menarik minat orang berwisata.
“Misalnya kegiatan meeting di hotel dan lainnya. Biasanya itu yang bisa mengisi kekurangan okupansi hotel,” jelasnya.
Evaluasi Hunian Hotel Saat WSBK
Selanjutnya PHRI NTB telah melakukan kegiatan evaluasi terkait okupansi hotel saat digelarnya IATC dan WSBK pada bulan November 2021 kemarin. Sebab hunian hotel hanya berdampak maksimal di wilayah Lombok Tengah, Lombok Barat dan di Kota Mataram. Sementara hotel yang berada di wilayah Lombok Timur dan Lombok Utara, dampak dari agenda WSBK sangatlah minim.
“KLU tetap tak bisa ngangkat. Tak ada pengaruh kemarin pada saat WSBK. Kenapa? kami PHRI itu melihat mungkin kedepannya di MotoGP ini kami mengharapkan sentuhan pemerintah terkait pemenuhan transportasi. Maksudnya ditambah lagi aspek transportasinya,” kata Wolini.
Aspek transportasi saat event MotoGP kata Wolini dinilai sangat penting agar tamu-tamu yang tak mendapatkan kamar hotel di wilayah Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram bisa memilih kamar hote di Lombok Utara, Lombok Timur dan bahkan di Pulau Sumbawa. Meskipun arena balap berada di Sirkuit Mandalika, namun jika transportasi dari Tiga Gili ke Sirkuit tersedia dengan baik, maka destinasi Tiga Gili maupun Sembalun menjadi pilihan akomodasi.
“Berdasarkan evaluasi kemarin, okupansi hotel-hotel di wilayah Sekotong juga minim, karena transport di sana kan juga sulit. Misalnya kalau mereka sudah selesai nonton balap, jika ada transportasi kan tidak apa-apa sambil rekreasi. Karena faktor transport itu, tamu-tamu itu agak enggan ke sana” ujarnya.
Di event MotoGP mendatang, diperkirakan ada sekitar 150 ribu penonton yang akan memenuhi Sirkuit Mandalika. Mereka berasal dari penonton mancanegara dan dalam negeri. Tentu PHRI mengharapkan agar ada pemerataan okupansi di seluruh kabupaten/kota. Tidak hanya di hotel berbintang, namun di hotel-hotel non bintang dan homestay pun diharapkan bisa penuh selama event berlangsung. (DIN)