Realisasi Belanja Modal NTB Terpuruk, Serapan Anggaran 5 OPD Rendah

Mataram (NTBSatu) – Realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTB semester I tahun 2025 baru 38,06 persen atau Rp2,367 triliun dari target Rp6,218 triliun.
Terhadap realisasi tersebut, belanja modal dalam posisi terpuruk yaitu hanya 8,27 persen dari total realisasi tersebut. Meliputi, pengeluaran untuk jalan/jaringan/irigasi, sebesar 1,15 persen. Peralatan dan mesin 10,54 persen. Serta gedung dan bangunan 11,12 persen.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Lalu Moh. Faozal, tak menampik fenomena lambannya realisasi anggaran ini. Hal ini karena terdapat lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memang serapan anggarannya masih di bawah rata-rata provinsi.
Kelima OPD itu di antaranya, Dinas Perumahan dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Kesehatan, dan Bangkesbangpoldagri.
“Tapi hari hari ini kita sedang memacu untuk memastikan OPD-OPD ini mulai berkontrak,” kata Faozal, Kamis, 28 Agustus 2025.
Misalnya di Dinas Perumahan dan Pemukiman, dari total proyek 1.103 paket, yang sudah masuk fase kontrak baru sekitar 580 paket. Demikian di Dinas PUPR, juga sudah mulai masuk fase kontrak.
“Sisanya ini yang kita pacu. Mudah-mudahan setelah kita bayar naik serapannya,” ujarnya.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) NTB ini menepis, jika rendahnya realisasi anggaran pada triwulan I ini bukan karena dampak pengesahan Peraturan Daerah (Perda) SOTK. Sebagaimana disebutkan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB beberapa hari lalu.
“Bukan begitu (karena SOTK), kemarin memang ada soal isu penggabungan. Tetapi kita sepakat bahwa SOTK baru kita akan mulai diberlakukan awal tahun di APBD Murni. Kalau kita berlakukan sekarang belum lagi peralihan aset. Anggaran jadi akan lebih ribet lagi,” jelasnya.
Beda Pendapatan dan Belanja
Antara realisasi pendapatan dan belanja terdapat ketidakselarasan. Semester I tahun 2025, realisasi pendapatan sudah 48,31 persen atau Rp2,99 triliun dari target Rp6,18 triliun.
Realisasi pendapatan ini bersumber dari pajak daerah 47,42 persen. Retribusi Daerah 53,40 persen, termasuk tumbuh positif. Kemudian, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 0 persen (indikasi kinerja BUMD belum optimal). Lain-lain PAD yang Sah 84,87 persen.
Sementara Pendapatan Transfer 48,73 persen, Transfer Antar Daerah 11,81 persen. Serta, Hibah 0 persen.
“Namun catatan paling penting adalah realisasi dividen dari BUMD masih nol. Sepertinya ini akibat dari kebijakan perombakan pimpinan BUMD dan telatnya RUPS,” bebernya.
Kesenjangan antara realisasi pendapatan dan belanja pada APBD NTB semester I tahun 2025 menyebabkan surplus atau defisit sementara Rp621,82 miliar. Nilai ini dari pengurangan antara pendapatan dan belanja. Yaitu, Rp2,988 triliun dikurangi Rp2,367 triliun.
“Belanja yang rendah menyebabkan silpa sementara tinggi. Ini rentan kena sanksi pusat karena dianggap daerah kelebihan likuiditas (overliquidity), sehingga dana transfersnya bisa ditahan. Ini bahaya. Pemerintah harus hati-hati. Karena Kemenkeu bisa menganggap daerah tidak siap untuk menyerap dan menggunakan dana,” ungkapnya.
Berangkat dari kondisi ini, DPRD NTB menyarankan kepada eksekutif untuk mempercepat realisasi hasil kekayaan daerah yang dipisahkan dividen. Termasuk mempercepat tender dan pelaksanaan fisik untuk belanja modal dan barang/jasa.
“Percepat juga penyerapan hibah dan bantuan sosial. Serta, koordinasi percepatan pencairan transfer antar daerah,” pungkasnya. (*)