Mataram (NTB Satu) – Pemerintah pusat hingga daerah dibuat ‘geram’ dengan kejadian tenggelamnya kapal Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Perairan Johor Bahru, Malaysia, Rabu 15 Desember 2021 lalu.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Pusat, Beni Ramdhani memerintahkan jajarannya termasuk BP2MI Mataram untuk membentuk tim investigasi. Mereka memburu tekong yang bertanggungjawab di balik tragedi kemanusiaan hingga menewaskan 19 orang tersebut, dua diantaranya berasal dari Lombok.
“Kepala BP2MI sudah instruksikan bentuk tim investigasi. Kami di daerah tentusaja akan melakukan sesuai fungsi, mencari informasi. Supaya kita tahu siapa sebenarnya yang membantu memberangkatkan ini. Siapa yang tidak bertanggungjawab ini,” kata Kepala UPT BP2MI Mataram, Abri Danar Prabawa ditemui di ruangannya, Jumat 17 Desember 2021.
Tim investigasi akan memburu siapa yang paling berperan sebagai calo, kemudian sindikat mana yang terlibat dalam proses pemberangkatan tersebut.
Bisa dipastikan proses pemberangkatan dilakukan secara illegal, dengan bukti awal adalah proses pemberangkatan diduga melibatkan perorangan, bukan perusahaan.
Sesuai UU 18 tahun 2017 dalam Pasal 69, bahwa perorangan dilarang memberangkatkan atau melakukan penempatan PMI. Bahkan diketentuan pidana disebutkan juga dalam pasal 81, pelakunya dapat dipindana dengan penjara 10 tahun dan denda Rp 15 miliar.
Selain bukan dilakukan perusahaan, jalur pemberangkatan juga akses yang selama ini dipakai para TKI atau PMI Ilegal dengan jasa pemberangkatan melibatkan jaringan lain.
Menurut Abri, instruksi pembentukan tim investigasi ini sebagai upaya serius pihaknya untuk membongkar para mafia dan sekaligus memberi efek jera pada para pelaku.
Bahkan Deputi Inspektur Jendral BP2MI pusat, Kartiko ditunjuk sebagai pimpinan tim investigasi.
“BP2MI melihat situasi ini sebagai hal serius. Sebab kejadian ini sering, sampai hari ini masih banyak orang memanfaatkan dengan bujuk rayu,” tegasnya.
Ditegaskannya, hal ini akan jadi langkah tegas bagi instansinya untuk meredam angka kasus.
“Supaya ada kesadaran dari masyarakat sampai tingkat desa. Sudahlah. Jangan lagi ada pemberangkatan secara illegal begini. Sadarkan mereka supaya tidak nekad lagi,” tandasnya.
Hanya saja, diakui kesulitan membongkar sindikat ini karena keluarga tidak kooperatif, bahkan cenderung melindungi para pelaku. Apalagi, jika calo adalah keluarga dekatnya.
“Tapi tetap, langkah langkah penyelidikan akan kami lakukan. Itu soal teknis nanti bersama tim gabungan,” jelasnya.
Mengenai penambahan kasus, sejauh ini belum dipastikannya, karena KJRI di Johor Bahru menunggu hasil post mortem untuk melacak identitas para korban, khususnya yang berasal dari Pulau Lombok. (HAK)