Mataram (NTB Satu) – Pejabat salah satu kampus swasta di Kota Mataram, memenuhi panggilan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTB, Jumat 12 November 2021.
Petinggi itu diklarifikasi terkait dugaan pemotongan dan penguasaan tanpa hak buku tabungan beasiswa Bidikmisi terdampak gempa bumi tahun 2018.
Asisten Bidang Penanganan Laporan Ombudsman NTB, Sahabudin membenarkan pemanggilan itu. Terungkap, ada 150 buku tabungan mahasiswa penerima yang ditahan.
“Iya, jadi tadi WR I kampus tersebut memenuhi panggilan kami untuk memberi keterangan terkait dugaan pemotongan dana Bidikmisi,” ungkapnya saat ditemui ntbsatu.com Jum’at, 12 November 2021 di kantornya.
Menurut Sahabudin, kampus itu telah mengakui bahwa pihaknya mengusai Bidikmisi mahasiswa terdampak gempa di Lombok selama 7 semester.
Anggaran beasiswa yang dikuasai kampus tersebut merupakan uang jaminan hidup mahasiswa sebesar 4,2 juta persemester.
Artinya, hak mahasiswa selama 7 semester atau sekitar tiga setengah tahun, disandera beasiswanya oleh pihak birokrasi kampus.
“Bidikmisi angkatan 2018 dengan jumlah penerima 150 mahasiswa khusus terdampak gempa, selama 7 semester hak mereka dikuasai tanpa dasar oleh kampus,” tegas Sahabudin.
“Dan syukurnya kampus itu mengakui kesalahannya,” ungkapnya, namun enggan menyebut identitas kampus dan nama pejabat dimaksud.
Hanya dijelaskannya, bahwa pemanggilan tersebut untuk meminta agar kampus tersebut segera mengembalikan sepenuhnya hak mahasiswa.
Bahkan, Ombudsman memberikan tempo waktu selama 14 hari ke pihak kampus untuk pengembalian dana Bidikmisi 150 mahasiswa itu.
“Ombudsman kasih waktu 14 hari agar kampus mengembalikan dana Bidikmisi tersebut. Mulai hari Senin, 15 November 2021, kampus akan mengembalikan dana Bidikmisi tersebut,” tuturnya.
Sahabudin menambahkan bahwa kurang lebih 400 mahasiswa dampak gempa yang mengajukan permohonan penerimaan jalur beasiswa tersebut. Tetapi, hanya 150 mahasiswa yang menerima manfaat itu.
Dari 150 mahasiswa yang ditahan pencairan hak beasiswanya selama 7 semester, artinya kurang lebih ada sekitar Rp 4,4 Miliar yang disandera oleh kampus sejak tahun 2018.
Kemudian yang menjadi alasan kampus memegang dana Bidikmisi 150 mahasiswa tersebut adalah untuk mensubsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) mahasiswa terdampak gempa yang tidak terima beasiswa.
Tetapi, apapun yang menjadi alibi kampus, selama itu melawan ketentuan, praktik tersebut adalah sebuah pelanggaran dan tidak bisa ditolerir.
“Pihak kami tetap akan meminta kampus tersebut mengembalikan uang Bidikmisi mahasiswa. Dengan alasan apapun kami tidak terima sebab praktik itu di luar dari aturan yang berlaku,” pungkas Sahabudin.
Ombudsman NTB menghimbau kepada seluruh perguruan tinggi di Mataram baik negeri maupun swasta agar mematuhi petunjuk teknis (juknis) terkait metode pengelolaan dana beasiswa.
Selain itu, Ombudsman menangani kasus terkait Program Indonesia Pintar (PIP) dari level paling dasar sampai di tingkat perguruan tinggi terkait penyalahgunaan dana beasiswa.
“Kami seringkali menemukan kasus semacam ini. Oleh karena itu, kami menghimbau ke seluruh sekolah-sekolah, perguruan tinggi swasta dan negeri yang mengelola dana beasiswa agar mengikuti prosedur yang telah diatur,” tutup Sahabudin. (DAA)