Mataram (NTBSatu) – Polisi didesak menerapkan hukum terberat terhadap “Walid Lombok”, pimpinan yayasan salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Lombok Barat inisial AF.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi mendorong Polresta Mataram menerapkan Pasal 81 Ayat 5 dan Pasal 82 Ayat 4 UU Perlindungan Anak.
“Sehingga tuntutan terhadap pelaku bisa diancam pidana mati,” tegasnya kepada NTBSatu, Selasa, 22 April 2025.
Joko mengungkap hal demikian, berangkat dari banyaknya korban dugaan pencabulan hingga persetubuhan yang oknum inisial AF lakukan. Per Senin, 21 April kemarin, setidaknya 22 orang mengaku menjadi korban “Walid Lombok” tersebut.
“Kasus seperti ini juga kan pernah terjadi di Jawa Barat,” ucapnya.
Korban 22 Santriwati
Joko sebelumnya menyebut, terduga pelaku mencabuli hingga menyetubuhi 22 santriwati. Terduga pelaku menjanjikan para korban akan mendapatkan keberkatan di dalam rahimnya.
“Supaya dapat melahirkan anak-anak yang akan menjadi seorang wali. Yang terindikasi korban 22 orang,” katanya.
Dari 22 orang tersebut, delapan di antaranya sudah melapor ke Polresta Mataram. Saat kejadian para korban berusia di bawah umur.
“Kejadiannya sekitar tahun 2016 sampai terkahir di tahun 2023,” ujarnya.
Para santriwati itu, sambung Joko, ada yang sudah disetubuhi. Ada juga yang menjadi korban cabul, mereka menolak tawaran mendapatkan keberkatan dari pelaku.
Pelaku membawa satu per satu para korban ke sebuah ruang kelas di malam hari sekitar pukul 00.00 dan 01.00 Wita. Di dalam ruangan itu AF menghasut para korban.
Kejadian bejat AF terbongkar setelah menonton film Bidaah asal Malaysia. Dalam film tersebut, salah satu tokoh utamanya adalah Walid, seorang tokoh di lingkungan pondok pesantren.
Para korban yang merupakan alumni ponpes melaporkan ke polisi setelah terinspirasi dari film Bidaah.
“Kok di film itu sama dengan pengalamannya waktu di pondok,” ucap Joko mengikuti ucapan korban.
Sementara, Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili membenarkan adanya laporan dugaan pencabulan dan persetubuhan di lingkungan pondok pesantren. Pelapornya adalah mantan santriwati.
“Jadi, kami sudah menerima laporan Minggu kemarin empat laporan. Minggu ini satu,” ujarnya.
Kepolisian juga telah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan melaksanakan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).
“Kita akan mengembangkan dalam proses penyelidikan, tidak berhenti sampai di sini,” ucapnya. (*)