Hukrim

Baru Tiga Tahun Bebas dari Tahanan KPK, Zaini Arony Ditahan Jaksa

Mataram (NTBSatu) – Mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony keluar dari gedung Kejati NTB dengan pengawalan petugas usai menjalani pemeriksaan, Senin, 24 Februari 2025.

Mengenakan rompi tahanan dan tangan diborgol, memberi pertanda bahwa ia ditetapkan sebagai tersangka.

Bukan kali pertamanya, sebelumnya tepat pada 17 Maret 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Mantan Politisi Partai Golkar ini.

Perkaranya, terkait kasus dugaan pemerasan permohonan izin pengembangan kawasan wisata di Lombok Barat tahun anggaran 2010-2012.

Kasus bermula saat seorang investor akan berinvestasi di atas lahan seluas 170 hektare pada Oktober 2010. Untuk membebaskan lahan itu, terdapat kesepakatan harga Rp28 miliar untuk membangun kawasan wisata di Desa Buwun Mas, Lombok Barat.

IKLAN

Guna membangun lokasi wisata ini, investor harus mengurus izin pemanfaatan ruang seperti izin prinsip, izin lokasi, dan izin Pengunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) ke Bupati setempat. Namun dalam mengeluarkan izin ini, dugaannya, Zaini memeras si investor selama 2011-2013.

Atas dasar itu, Zaini harus mendekam di penjara selama tujuh tahun lamanya. Hingga pada akhirnya, ia bebas pada 15 Maret 2022.

Zaini Arony tercatat bebas murni menjalani hukuman tujuh tahun penjara sesuai vonis Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali, pada 8 Januari 2016.

Terhitung kurang lebih tiga tahun ia bebas. Kini, ia kembali menjadi tersangka pada perkara dugaan korupsi lahan Lombok City Center (LCC), Senin, 24 Februari 2025.

Bupati Lombok Barat dua periode itu menjalani penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Praya, Lombok Tengah. Terhitung sejak hari ini.

“Kami tim penyidik Kejati NTB telah menetapkan sebagai tersangka, lanjut ke penahanan. Mantan Komisaris Utama PT Tripat, sekaligus Mantan Bupati Lombok Barat,” kata Penyidik Kejati NTB, Hasan Basri.

Jaksa menyangkakan pasal Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.

Riwayat Kasus

Sebagai informasi, sebelumnya jaksa pernah mengusut kasus serupa. Hasilnya, dua orang menjadi tersangka. Mereka adalah Mantan Direktur PT Tripat Lombok Barat, Lalu Azril Sopandi dan Mantan Manager Keuangan PT Tripat, Abdurrazak.

Hakim memvonis Lalu Azril Sopandi dengan 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti Rp891 juta subsider 2 tahun penjara.

Sedangkan Abdurrazak, hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Majelis pun membebankan yang bersangkutan membayar uang pengganti Rp235 juta subsider satu tahun penjara.

Majelis hakim menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014 lalu. Saat Azril Sopandi menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda mendapat penyertaan modal dari Pemda Lombok Barat berupa lahan strategis di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada.

Lahan itu menjadi modal PT Tripat membangun kerja sama untuk mengelola LCC dengan pihak ketiga, yakni PT Blis.

Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, dijadikan agunan PT Bliss. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp264 miliar dari Bank Sinarmas.

Majelis hakim menilai perjanjian kerja sama PT Tripat dengan PT Blis adalah pelanggaran hukum. Karena selain klausul mencantumkan periode kerja sama tanpa batas waktu, juga tertutupnya peluang adendum. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button