Mataram (NTBSatu) – Polisi telah menetapkan sembilan orang tersangka, dugaan korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BNI Cabang Bima.
Kasat Reskrim Polres Bima Kota, AKP Dwi Kurniawan Kusuma Putra membenarkan adanya penetapan tersangka dalam kasus ini. Hal ini berdasarkan hasil gelar perkara di Polda NTB.
“Kemarin sudah kita gelar di Polda NTB. Kita sudah tetapkan sebagai tersangka ada 9 orang,” ungkapnya melalui telepon, Senin, 21 April 2025.
Ia menyebutkan sembilan tersangka itu berinisial MA, D, IM, D, EH, I, IS, MI, dan SR.
Secara umum, peran sembilan orang tersangka ini berbeda-beda. Ada yang berperan sebagai pejabat dari perbankan, collection agent atau koordinator yang bertugas untuk mengumpulkan nama penerima dana KUR BNI.
“Yang jelas, sembilan tersangka ini ada dari pihak bank dan CA (collection agent). Untuk peran lengkapnya, saya belum buka data,” jelasnya.
Penyidik akan terus berupaya melanjutkan proses hukum. Selanjutnya, Sat Reskrim Polres Bima Kota akan mengagendakan pemeriksaan terhadap para tersangka.
“Kemarin, para tersangka sudah diperiksa namun dalam kapasitasnya sebagai saksi. Sekarang kami agendakan sebagai tersangka,” ucapnya.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 14 orang pihak BNI Cabang Bima, 12 orang koordinator atau collection agent. Serta, terhadap 790 orang nasabah dari 1.634 nasabah.
Kerugian Negara Rp39 Miliar
Sebagai informasi, akibat perbuatan para tersangka negara mengalami kerugian hingga Rp39 miliar.
Kasus korupsi ini terungkap, karena adanya laporan dari penerima dana KUR Bank BNI Cabang Bima yang berasal dari kalangan petani jagung dan peternak sapi.
Setidaknya ada sekitar 1.634 petani jagung dan peternak sapi yang masuk ke dalam daftar penerima dana KUR BNI tahun 2019 – 2020 ini.
Sejumlah koordinator atau collection agent memotong dana KUR yang telah cair. Ada dugaan pemotongan jatah dan munculnya nama penerima fiktif. Bahkan, dugaan lain ada penyaluran yang berjalan tidak sesuai dengan ketentuan perbankan.
Ke depannya, penyidik akan melaksanakan koordinasi dengan pihak OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BI (Bank Indonesia) guna untuk penyitaan barang bukti.
“Untuk tindaklanjutnya, kita masih akan melakukan koordinasi dengan OJK dan BI untuk masalah penyitaan barang bukti, dan seperti apa teknisnya. Karena ini menyangkut bank negara,” tambah Dwi. (*)