Mataram (NTBSatu) – Dua minggu terakhir kian marak ditemukannya fenomena anak di bawah umur yang dipekerjakan sebagai partner song atau pemandu lagu di wilayah hukum Kota Mataram. Bahkan, di antara mereka masih berusia anak sekolah.
Praktik terlarang karena menggunakan jasa anak di bawah umur ini terbongkar dalam razia yang dilakukan Sat Reskrim Polresta Mataram, pada tanggal 13 dan 27 April 2024.
Dalam razia itu, tujuh orang anak di bawah umur diamankan. Mereka dipekerjakan pemilik kafe atau tempat hiburan malam di Kota Mataram dan Lombok Barat, dengan tugas menemani pengunjung yang datang mengonsumsi minum-minuman keras.
Fenomena tersebut pun sangat miris terjadi di Kota Mataram dan Lombok Barat, yang merupakan salah satu Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) di Provinsi NTB.
Merespons kabar tersebut, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu meminta pihak kepolisian dalam hal ini Polresta Mataram untuk menindak tegas masyarakat yang mempekerjakan anak di bawah umur tersebut.
Sebab, dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak selalu dianggap sebagai korban, baik itu sebagai pelaku maupun saksi.
Berita Terkini:
- Dalam 4 Bulan Polda NTB Tangkap 85 Pengedar Narkoba, Nilai Barang Bukti Capai Rp13 Miliar
- Jokowi Kunjungi Dosen Pembimbing saat Kuliah di UGM di Tengah Isu Ijazah Palsu
- Blokade Bukan Jalan Tengah: Menjaga Martabat Perjuangan Provinsi Pulau Sumbawa
- KNPI Apresiasi Pemda Lombok Barat Dimulainya Perbaikan Jalan Terong Tawah
- Harga iPhone 12 hingga iPhone 15 Banjir Diskon di iBox per Mei 2025
“Anak selalu dianggap sebagai korban karena dilindungi oleh Undang-Undang Sistem Peradilan Anak. Sehingga, masyarakat yang mempekerjakan anak di bawah umur ini harus ditindak tegas oleh kepolisian, harus ditegakkan proses hukumnya,” kata Pribudiarta saat kunjungan kerja di Mataram, Kamis, 2 Mei 2024.
Apalagi, kalau ternyata anak itu kerja karena orang tuanya atau orang tuanya yang mengirimnya kerja di tempat berbahaya itu.
“Maka, orang tuanya harus ditegakkan proses hukumnya. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak disebut ada sepertiga pemberatan hukuman kalau orang tua yang menjadi pelaku,” jelas Pribudiarta.
Lalu, karena ini sudah terjadi di Kota Mataram dan Lombok Barat, maka upaya pencegahan sangat penting dilakukan agar kasus serupa tidak terulang.
“Kalau sudah ada anak yang berada di tempat-tempat berbahaya bagi anak seperti tadi (kafe atau tempat hiburan malam), itu tanggung jawab kita semua. Tanggung jawab pemerintah, penegak hukum, orang tua, dan masyarakat,” tegas Pribudiarta.
Seluruh pihak tersebut harus bersama-sama berbagi peran, memastikan pengasuhan yang dilakukan kepada anak sudah baik.
“Kalu sudah terjadi kasus, harus pastikan pengasuhannya baik atau tidak, apalagi sudah berada pada daerah yang memerlukan perlindungan khusus. Kalau masuk perlindungan khusus, berarti tindakannya sudah dalam ranah hukum,” tandas Pribudiarta. (JEF)