Kisah Mahasiswa PMM 4 Unram Menjalankan Ibadah Puasa di Pulau Seribu Masjid
Mataram (NTBSatu) – Menjalankan ibadah puasa di tanah rantau memberi kesan tersendiri, seperti yang dirasakan oleh mahasiswa yang sedang mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) batch 4. Sebanyak 370 mahasiswa dari 143 perguruan tinggi seluruh Indonesia sedang mengikuti program tersebut di Universitas Mataram (Unram).
Sebagai informasi, program PMM merupakan salah satu program dari kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang mendorong para mahasiswa untuk mengeksplor dan mempelajari keberagaman budaya nusantara; berteman dengan mahasiswa dari berbagai daerah; dan memberikan kesempatan mahasiswa belajar pada kampus lain di Indonesia.
Pada kesempatan PMM batch 4 ini, pelaksanaannya bertepatan dengan bulan Ramadan. Terdapat tiga mahasiswa dari 370 orang yang sedang mengikuti program PMM di Unram menceritakan pengalamannya berpuasa di Pulau Seribu Masjid. Mereka adalah M. Syahputra, Hidayatullah Putra, dan Rintan Lailatul H.
M. Syahputra yang merupakan mahasiswa Politeknik Negeri Medan mengaku salut terhadap tradisi masyarakat Lombok ketika menyambut bulan suci Ramadan. Sebab, di daerah asalnya, yaitu Sumatera Utara, tradisi serupa hanya beberapa orang saja yang melaksanakan.
“Saya melihat saat persiapan beberapa hari sebelum Ramadan itu hampir semua masjid di Lombok melakukan bersih-bersih dan menghias masjidnya. Berbeda dengan di daerah saya, hanya beberapa masjid saja, tetapi di sini seluruh masjid,” katanya kepada NTBSatu, Minggu, 31 Maret 2024.
Berita Terkini:
- Merkuri dan Teror Baru dari Tambang Rakyat
- Belum Pulih dari Banjir, Aceh Dilanda Gempa dan Status Gunung Burni Telong Naik ke Level Siaga
- Purbaya Kaget KSAD Punya Banyak Utang untuk Bangun Jembatan di Sumatra
- Aktivis hingga Influencer Dapat Teror Usai Kritik Penanganan Bencana Sumatra
Sebenarnya tradisi bersih-bersih dan menghias masjid menyambut bulan Ramadan adalah hal biasa. Namun, karena itu dilaksanakan kompak oleh masyarakat Lombok, dirinya bersama teman-temannya yang merantau memiliki kesan berbeda.
“Karena benar-benar menghadirkan suasana di bulan Ramadan dibuat. Sehingga, saya sangat salut kepada warga, masyarakat Lombok,” ungkap Putra, sapaan akrabnya.
Ia juga menceritakan kalau sempat kaget karena merasakan pertama kali berpuasa dengan adanya perbedaan waktu. Mengingat, waktu di Sumatera Utara menggunakan WIB sedangkan di Lombok berdasarkan Wita yang perbedaannya satu jam.



