Mataram (NTBSatu) – Menghitung hari menuju habisnya tahun 2023, mari merefleksikan sejumlah persoalan yang malang melintang terjadi di sepanjang tahun ini. Redaksi NTBSatu telah merangkum beberapa sorotan di lingkup Ekonomi yang menarik untuk disimak pembaca.
Mulai dari investasi bodong yang menghebohkan, masalah ketahanan pangan, kasus penyelewengan dana sampai rentetan pekerjaan rumah lainnya yang menunggu untuk segera dirampungkan.
Kemiskinan Ekstrem Masih Jadi PR
Kemiskinan ibarat sepanci nasi. Kemiskinan ekstrem sebagai “intip” atau kerak dari nasi. Jumlahnya sedikit tetapi untuk dikerok atau diatasi lebih sulit.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy, beberapa waktu silam.
Fenomena tersebut masih menjadi persoalan klasik yang menggerogoti daerah di Indonesia, salah satunya di Nusa Tenggara Barat.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mencatat, saat ini, jumlah masyarakat miskin ekstrem di NTB masih pada angka 253.734 jiwa atau 55.245 Kepala Keluarga.
Salah satu yang menjadi tugas kepala daerah terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sesuai dengan Inpres Nomor 4 Tahun 2022 adalah gubernur harus melakukan koordinasi pada kabupaten dan kota, mengenai sasaran yang tepat terhadap penyandang kemiskinan ekstrem melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD).
Kepala Bappeda NTB, H Iswandi mengatakan, pemerintah pusat telah menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem di Tahun 2024.
Namun, diakuinya, sejumlah tantangan ditemukan dalam penanggulangan kemiskinan ekstrem pada kabupaten dan kota. Selain belum ada kesepahaman hasil verifikasi dan validasi data kemiskinan ekstrem, namun juga intervensi program atau kegiatan penanggulangan kemiskinan belum tepat sasaran.
”Kami tetap berusaha dan berupaya menuju target itu, nah berapa yang bisa kita capai dan bagaimana realisasinya? Itu soal lain, kita berikhtiar sekuat-kuatnya,” tegas dia, Rabu, 27 Desember 2023.
Maka di tahun 2024, penyusunan kebijakan dan regulasi di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota harus sejalan agar Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (DP3KE), dapat digunakan sebagai data sasaran penanggulangan kemiskinan.
Selanjutnya tim ini yang melakukan penyiapan data yang akurat by name by address melalui musyawarah desa.
”Disertai penandatanganan berita acara per desa atau kelurahan agar bantuan benar benar tersalurkan pada penerima yang berhak atau penyandang kemiskinan ekstrem,” paparnya.
Validasi data level desa yang disebut database kemiskinan atau single data juga dijadikan sebagai acuan data kemiskinan oleh perangkat daerah. Dengannya, pemerintah akan lebih tepat dan fokus pada penyaluran bantuan ke masyarakat ekstrem.
”Kami terus memastikan mereka secara berkelanjutan mendapatkan bantuan, seperti BPJS, PKH dan lainnya, dan kami akan melakukan pendampingan agar bantuan yang didapatkan membuat mereka keluar dari kategori kemiskinan ekstrem,” tandas mantan kepala Bappenda NTB ini.
Sementara Kepala BPS NTB Wahyudin turut menyarankan, sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, pemberian bantuan sosial (bansos) harus jelas dan tepat sasaran.
Karena, hasil survei yang dilakukan BPS, masyarakat yang berada di desil 10, yaitu masyarakat kategori kaya masih ada yang menerima (bansos).
”Ada desil 10 juga dapat bantuan karena sistem bagi rata bantuan sosial. Kita mengimbau kalau sudah mampu jangan minta bantuan ke pemerintah. Biarkan yang miskin dapat haknya,” terangnya.
Pada momentum Hari Pahlawan pada 10 November 2023 kemarin, Penjabat Gubernur NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi berkomitmen kuat untuk mengentaskan kemiskinan, terutama kemiskinan ekstrem, dengan menargetkan status “zero extreme poverty” atau nol kemiskinan ekstrem pada tahun 2024.
Ia mengajak semua pihak, termasuk masyarakat, untuk bersatu dalam menurunkan angka kemiskinan di NTB.
“Persoalan kemiskinan menjadi perhatian nasional. Kita berada dalam kompetisi global dan untuk itu, pada momentum Hari Pahlawan ini, mari kita bersama-sama memperjuangkan pengentasan kemiskinan ekstrem di NTB,” ujar Miq Gite, sapaan akrab Pj Gubernur.
“Upaya pemerintah NTB untuk mencapai target nol kemiskinan ekstrem ini merupakan bagian dari visi lebih besar untuk menjadikan Indonesia, terutama NTB, sebagai negara yang semakin maju dan berdaya saing,” tutupnya.
Warga NTB Doyan Minjol, Sulit Bayar
Melewati pertengahan tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Nusa Tenggara Barat (NTB) angka tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) atau pinjaman macet pinjaman online atau pinjol tertinggi pada Juli 2023.
Artinya, warga NTB doyan pinjaman online (pinjol) tetapi mengalami kesulitan saat melakukan pembayarannya.
Bahkan, angka pinjaman macet NTB berada di level 6,74 persen, melebihi posisi TWP90 secara nasional yang hanya berada di level 3,47 persen.
Maraknya pinjol tentunya memberikan dampak buruk bagi perekonomian.
Mengutip pernyataan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa pinjol berpotensi meningkatkan jumlah masyarakat miskin dan rentan miskin.
Hal ini dikarenakan pinjol adalah jebakan utang bagi masyarakat menengah ke bawah yang berada dalam keadaan mendesak.
Ketika mereka tidak mampu membayar tunggakan, bunga pinjol semakin menjerat tidak terkendali. Hal ini berakhir pada kondisi masyarakat yang sudah miskin, menjadi semakin miskin dan tak berdaya.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh pinjol, terutama pinjol ilegal, tidak bisa dipandang sebelah mata. Akhir – akhir ini kita sering mendapati berita, akibat pinjol ilegal korban sampai meregang nyawa akibat tidak mampu membayar dan tekanan teror dari pihak penagihnya.
Pinjol yang menjamur dan kemacetan kredit yang terjadi harus diantisipasi dengan cepat tanggap.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah menguatkan literasi keuangan pada masyarakat.
Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak mudah terjebak dalam tipu daya pinjol, terlebih lagi pada pinjol ilegal. Masyarakat juga diharapkan memiliki kesadaran untuk memiliki perencanaan keuangan yang baik.
Puluhan Ribu Masyarakat Ketipu FEC, 12 Kementerian/lembaga turun tangan
Di bulan September, Future E–Commerce (FEC), salah satu bisnis online yang digandrungi masyarakat NTB, telah melakukan scamming, lantaran menjanjikan pendapatan harian fantastis yang mencapai 6 juta lebih per hari hanya iming – iming belaka.
Diukur dari rentang tiga bulan sebelumnya, bisnis ini sukses mengembangkan jaringannya, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Pihak marketing FEC NTB gencar mempromosikan bisnisnya lewat akun sosial media Facebook.
Menurut pengakuan Ice Mentor FEC Lombok, Lalu Damarwulan, saat itu keanggotaan yang ada di Lombok sudah mencapai 80.000 member dengan 3000 mentor.
Namun demikian, jika dicermati lebih dalam, bisnis ini tak ubahnya dengan skema ponzi yang terkenal mendapatkan keuntungannya melalui anggota baru atau member get member.
Buntut dari banyaknya korban FEC (Future e–Commerce) membuat Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI) resmi mencabut izin usaha perusahaan investasi online tersebut, pada 4 September 2023.
Korban FEC ini tidak hanya masyarakat biasa, justru banyak dari mereka berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satunya ASN yang berasal dari Lombok Tengah yang menelan kerugian sebesar Rp394 juta.
Keadaan cukup chaos kala itu, para korban teriak minta pertolongan kepada aparat penegak hukum. Bak nasi telah menjadi bubur, kerugian yang dialami oleh puluhan ribu korban tersebut kemungkinan besar uangnya tidak bisa dikembalikan.
Diketahui, 12 otoritas baik Kementerian maupun Lembaga yang turun tangan dalam menangani kasus ini dan menjadi perhatian nasional.
Beberapa otoritas yang menangani investasi ilegal ini adalah OJK, Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Investasi RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemendikbudrisrek, Kementerian Perdagangan dan BKPM. Selain itu turut serta peranan dari Kejaksaan, Kepolisian Negara dan PPATK.
Menjelang tahun baru 2024, kasus dugaan penipuan investasi bodong Future E–Comerce (FEC) masih jalan di tempat.
Jika sampai akhir Desember 2023 tak kunjung ada kepastian, maka kasus ini berpeluang ikut merayakan “pergantian tahun”.
Dir Reskrimsus Polda NTB, Kombes Pol Nasrun di Mataram mengatakan, kasus ini masih di tahap penyidikan.
“Iya, jadi untuk kasus FEC ini, sampai dengan saat ini kami masih melakukan penyidikan,” ujarnya.
Status kasus ini belum juga bergerak naik ke tahap penyidikan alias jalan di tempat, sejak laporan masuk September 2023.
Penguatan alat bukti dari keterangan korban maupun ahli masih diupayakan agar segera rampung. Tujuannya, untuk mengungkap peran tersangka yang bertanggung jawab dari kasus penipuan dengan modus investasi tersebut.
Polda NTB melalui Subdit II Bidang Perbankan Reskrimsus melakukan penyidikan berdasarkan adanya 13 laporan aduan dari warga yang mengaku sebagai korban.
Diketahui, hingga saat ini total kasus penipuan FEC yang ditangani Polda NTB sebanyak 13 perkara. Kerugian korban yang mengadu ke kepolisian bervariasi. Mulai dari Rp250 juta sampai Rp600 juta.