Mataram (NTBSatu) – Tahun 2023 akan berganti beberapa hari ke depan. Menjelang Tahun 2024, kepolisian di NTB memiliki beberapa hal yang harus dibenahi.
Catatan NTBSatu, sepanjang tahun 2023 salah satu yang harus dibenahi kepolisian adalah berkaitan dengan penanganan sejumlah kasus, segi prioritas, dan meningkatnya kasus kriminal. Apa saja itu? Berikut uraiannya.
Penanganan Kasus Korupsi
Salah satu yang mesti diprioritaskan penyidik kepolisian adalah penanganan kasus tindak pidana korupsi. Catatan NTBSatu, penyidik Dit Reskrimsus Polda NTB menanganani beberapa perkara dari berbagai daerah di NTB.
Antara lain, korupsi pengadaan kapal kayu Dishub Kabupaten Bima tahun 2021 dengan anggaran Rp3,9 miliar. Kemudian Pengadaan benih bawang merah di Bima pada tahun 2016 dengan nilai kerugian diduga mencapai Rp16,11 miliar.
Berikutnya, Proyek GOR Bima yang bertempat di Desa Mpunda, Kabupaten Bima dengan anggaran Rp11,2 miliar lebih. Lalu, kasus pemotongan gaji guru honorer di Lombok Barat.
Di antara sejumlah perkara korupsi tersebut, hanya kasus pengadaan kapal kayu Bima tahun 2021 yang kelihatan berproses di tangan penyidik. Alasannya, pihak Dit Reskrimsus Polda NTB sudah menetapkan setidaknya lima tersangka.
Artinya, tiga kasus lain belum memiliki titik terang. Menjadi catatan penting bagi Kapolda NTB, Irjen Pol Raden Umar Faroq untuk menyelesaikan sejumlah perkara tindak pidana korupsi pada tahun 2024 mendatang.
Meski begitu, Dir Reskrimsus Polda NTB, Kombes Pol Nasrun Pasaribu memastikan, setiap perkara yang berjalan di bawah tanggungjawabnya akan selesai.
Menurutnya, penanganan kasus korupsi tak mesti terburu-terburu. Perlahan. Karena, ada beberapa hal yang diperhatikan. Salah satunya, upaya pelaku korupsi menghilangkan diri maupun barang bukti.
Harus Lebih Serius Tangani Kasus Dugaan Kekerasan Seksual
Catatan berikutnya adalah penangan kasus kekerasan seksual. Di antara perkara yang menghebohkan masyarakat adalah, dihentikannya perkara dugaan kekerasan seksual sejumlah mahasiswi di Kota Mataram oleh oknum dosen gadungan inisial AF.
Padahal dalam kasus ini, AF telah dilaporkan oleh sejumlah korban yang sebagaian besar dari kalangan mahasiswi. Korban pria usia 60-an tahun itu sedikitnya 10 mahasisiwi.
Dia melaksanakan aksi bejatnya dengan sejumlah modus. Antara lain, para korban dijanjikan akan mendapat kemudahan saat mengurus skripsi. Beberapa korban juga ada yang dijanjikan kemudahan dalam mencari pekerjaan. Modus lain, ada yang dijanjikan diberi kesembuhan penyakit.
Sejumlah kalangan akademisi seperti dosen dan mahasiswa juga telah melaksanakan demonstrasi di Mapolda NTB agar pria berhidung belang itu dijadikan sebagai tersangka dan diproses hukum sebagaimana mestinya.
Tapi bukannya diproses, pada awal Desember 2022 penyidik kepolisian justru menghentikan kasus tersebut. Alasannya, karena korban telah mencabut laporannya. Penyidik juga tidak menemukan adanya unsur pidana dalam kasus yang memakan korban sekitar 10 orang tersebut.
Kombes Pol Lalu M. Iwan Mahardan yang saat itu menjabat sebagai Plh Kabid Humas Polda NTB mengatakan, kasus bisa dilanjutkan jika ada korban baru melaporkan kepada pihaknya. “Bisa dilanjutkan jika ada korban lain yang melaporkan,” kata Iwan, Selasa, 21 Maret 2023.
Iwan mengaku, penyelidikan kasus ini bukan dihentikan. Namun, statusnya tidak bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan. Alasannya, karena pernyataan korban tidak ingin melanjutkan kasus ini menjadi alasan pihaknya menghentikan penyelidikan.
Berbeda dengan AF, terduga pelaku kekerasan seksual lainnya inisial RMS justru mendapat perlakuan lain. Mahasiswa Fakultas Hukum salah satu PTN di Mataram ini menjadi tersangka pada Agustus 2023. Hal itu tertuang dalam surat Nomor: B/84/VII/RES.1.4/2023/Ditreskrimum dan turut ditandatangani Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Ristiawan.
Penetapan tersangka dilakukan setelah kepolisian menerima laporan dan mengeluarkan surat penyidikan Nomor:SPDP/84/VII/RES1.4/2023/Ditreskrimum tanggal 5 Juli 2023.
Pemberhentian kasus juga terjadi pada Maret 2023. Saat itu Dit Polairud Polda NTB menghentikan perkara BBM ilegal di wilayah Labuan Haji, Lombok Timur. Bahkan, Irjen Pol Djoko Poerwanto yang saat itu menjadi Kapolda NTB siap ‘pasang badan’ terhadap pemberhentian kasus tersebut.
Padahal penyidik kepolisian telah menetapkan tiga tersangka. Ketiganya bersama barang bukti diserahkan kejaksaan. Saat itu berkas sempat dikembalikan jaksa dan meminta kepolisian agar menetapkan pemesan BBM ilegal tersebut turut dijadikan tersangka. Tapi bukannya dilengkapi, Dit Polairud Polda NTB justru mengehentikan kasus tersebut.