Pendidikan

Ombudsman Telusuri Dugaan Pungutan Berkedok Sumbangan di SMA-SMK di NTB

Lombok Timur (NTBSatu) – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTB, menyelidiki 30 laporan dugaan pungutan liar berkedok sumbangan di SMA dan SMK wilayah NTB.

Kepala Ombudsman NTB, Dwi Sudarsono mengungkapkan, laporan tersebut berasal dari hampir seluruh kabupaten dan kota di Pulau Lombok, serta satu sekolah di Kabupaten Bima.

“Kami menangani sekitar 30-an laporan terkait penggalangan sumbangan di tingkat SMA dan SMK. Bahkan tadi kami turun langsung ke salah satu SMK di Mataram. Kami juga meminta keterangan dari komite dan kepala sekolah,” kata Dwi Sudarsono, Kamis, 23 Oktober 2025.

Ia menjelaskan, modus pungutan itu dengan dalih sumbangan sukarela. Namun, dalam praktiknya jumlah dan jangka waktu pembayarannya telah pihak sekolah tentukan.

Bahkan, beberapa sekolah mengaitkan pungutan tersebut dengan kegiatan akademik, seperti ujian tengah semester dan tetap membebankannya kepada siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.

“Modusnya penggalangan sumbangan, tetapi praktiknya pungutan. Jumlah dan waktunya ditentukan, bahkan kami temukan dikaitkan dengan mid (ujian tengah, red) semester. Kami minta praktik seperti ini dihentikan dan dana yang sudah dipungut dikembalikan,” tegas Dwi.

Tegaskan Pungutan dan Sumbangan Berbeda

Ombudsman NTB menegaskan, pungutan dan sumbangan merupakan dua hal berbeda. Keduanya memang menjadi bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi pelaksanaannya harus sesuai aturan.

Acuan dasarnya tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Dwi menjelaskan, aturan larangan pungutan di tingkat SD dan SMP telah secara tegas dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012. Namun, untuk jenjang SMA dan SMK, regulasinya belum menyebut larangan secara eksplisit.

Meski demikian, sekolah tidak boleh menarik pungutan apabila dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah cukup menutup kebutuhan pembiayaan pendidikan.

“Pungutan dan sumbangan seharusnya hanya untuk menutupi kekurangan biaya yang tidak ditanggung dana BOS. Hal ini juga ditegaskan dalam Pergub NTB Nomor 44 Tahun 2018 tentang Biaya Penyelenggaraan Pendidikan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dwi menambahkan, sejak 1 Juli 2025, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB telah melarang pungutan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) melalui surat edaran kepala dinas.

Sesuai aturan baru, pembiayaan pendidikan beralih ke mekanisme sumbangan sukarela. Hal tersebut berdasarkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 dan Surat Edaran Gubernur NTB.

“Penggalangan sumbangan merupakan ranah komite sekolah dan sifatnya sukarela. Tidak boleh ditentukan jenis, jumlah, maupun jangka waktunya,” ujarnya.

Lanjut Dwi, prosesnya harus dengan proposal dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) agar jelas kekurangan pembiayaan dari dana BOS.

“Sayangnya, yang terjadi di lapangan justru jumlah dan jangka waktunya telah ditetapkan,” katanya.

Dengan temuan tersebut, Ombudsman NTB berkomitmen menindaklanjuti seluruh laporan dan memastikan praktik pungutan berkedok sumbangan di sekolah-sekolah dihentikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (*)

Berita Terkait

Back to top button