HEADLINE NEWSLombok TimurPendidikan

Beredar Buku Sumbangan Siswa SMAN 1 Selong Rp150 Ribu di Tengah Moratorium BPP

Mataram (NTBSatu) – Sejumlah wali murid mulai mengeluhkan kebijakan sumbangan Komite SMAN 1 Selong. Kebijakan itu diduga membebani siswa dengan nominal Rp150 ribu per bulan.

Sebuah buku atau formulir sumbangan yang mencantumkan nominal tersebut kini beredar setelah dikeluhkan orang tua siswa. Keluhan ini menguat karena Pemprov NTB baru saja menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomor: 100.3.4/7795/2025.

SE tertanggal Rabu, 17 September 2025 itu berisi moratorium pemungutan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) di semua SMA/SMK/SLBN di NTB. Aturan baru ini menunda sementara waktu Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 44 Tahun 2018 tentang BPP.

Menanggapi dugaan pelanggaran itu, Kepala SMAN 1 Selong, Sri Wahyuni membantah pihaknya menetapkan besaran sumbangan. Ia menegaskan, SMAN 1 Selong tetap mematuhi Surat Edaran Gubernur dan tidak lagi melakukan pungutan BPP.

Sri Wahyuni menjelaskan, komite sekolah yang menginisiasi sosialisasi sumbangan, bukan pihak sekolah. Sosialisasi itu berlangsung dalam pertemuan wali murid kelas 12, untuk membahas persiapan Ujian Tes Kemampuan Akademik (TKA) dan pengayaan.

“(Praktiknya) tidak ada patokan sumbangan. Kami juga sudah sebar edaran tentang moratorium, tidak ada lagi yang membayar,” jelas Sri Wahyuni, Rabu, 22 Oktober 2025.

Meskipun demikian, ia membenarkan adanya usulan nominal Rp150 ribu dari wali murid saat pertemuan. “Memang ada yang mengusulkan Rp150 ribu, tetapi saya bisik ke komite itu tidak boleh,” ungkapnya.

Sri Wahyuni menambahkan, komite akhirnya mengedarkan surat pernyataan kesanggupan. Surat itu mempersilakan wali murid memberikan sumbangan seikhlasnya.

Di sisi lain, Sri Wahyuni mengakui sekolah memiliki kebutuhan operasional yang sangat besar. SMAN 1 Selong sering mengirim siswa ke berbagai lomba hingga tingkat nasional.

Ia menyebut, banyak kegiatan di luar kurikulum wajib tidak boleh menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Itu dari BPP ditutupi. Tetapi sekarang moratorium, ini yang jadi persoalan,” ujarnya.

Pihak sekolah berharap, pemerintah segera memberikan kejelasan regulasi pengganti BPP agar kegiatan peningkatan mutu siswa tetap berjalan.

Tanggapan Ombudsman NTB

Kepala Perwakilan Ombudsman NTB, Dwi Sudarsono turut angkat bicara mengenai polemik tersebut. Ia menegaskan, pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab negara, bukan orang tua murid yang telah membayar pajak.

Ia menjelaskan perbedaan mendasar antara BPP dan sumbangan. BPP bersifat wajib (kini dalam moratorium) dan mengecualikan siswa tidak mampu.

Sebaliknya, sumbangan bersifat sukarela, berlaku untuk semua orang tua, dan memiliki syarat mutlak. Ombudsman menekankan, sekolah atau komite tidak boleh menyebut angka atau nominal tertentu saat menggalang sumbangan.

“Mesti diluruskan pendanaan pendidikan tanggung jawab negara,” ujarnya.

Dwi Sudarsono juga mengingatkan, sekolah baru bisa meminta sumbangan apabila pembiayaan dari dana BOS kurang untuk menutupi rencana tahunan sekolah. (*)

Berita Terkait

Back to top button