Pendidikan

Gubernur NTB Larang Pungutan BPP, Sekolah Ketar-ketir Biaya Operasional

Mataram (NTBSatu) – Pemprov NTB mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: 100.3.4/7795/Dikbud/2025 tentang Moratorium Pemungutan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP).

Dalam moratorium tersebut menegaskan larangan bagi SMA Negeri, SMK Negeri, memungut BPP.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMA Negeri 1 Mataram, Burhanudin mengaku, pihaknya memahami tujuan pemerintah dalam menjaga asas pemerataan pendidikan.

Namun, mereka juga menyampaikan kekhawatiran terhadap kebutuhan operasional sekolah yang selama ini sebagian dari dana BPP.

“Selama ini BPP membantu untuk kegiatan ekstrakurikuler dan pemeliharaan fasilitas,” ujar Burhanudin kepada NTBSatu, Kamis, 16 Oktober 2025.

Sebenarnya, lanjut Burhanudin, dana BPP ini untuk menutupi kebutuhan operasional yang tidak sepenuhnya tercakup dalam anggaran BOS, seperti kegiatan ekstrakurikuler, perawatan fasilitas, hingga pembelian alat kebersihan dan perlengkapan administrasi.

Di SMA Negeri 1 Mataram sendiri, kebutuhan sarana dan prasarana masih banyak menggunakan dana BPP, misal semua ruangan menggunakan AC. Totalnya terdapat 108 AC, kemudian CCTV dan kebutuhan lainnya.

“Sehingga untuk bayar listrik saja Rp40 juta per bulannya,” ujarnya.

Adapun untuk kegiatan ekstrakurikuler, anggarannya juga bersumber dari BPP. Per tahunnya, sekolah menganggarkan Rp5 juta untuk satu ekstrakurikuler.

“Per tahun Rp5 juta kita anggarakan tiap tahunnya untuk satu kegiatan ekstrakurikuler,” ujarnya.

Ia menyampaikan, Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SMA Negeri 1 Mataram Tahun Pelajaran 2025/2026 sebesar Rp5,7 miliar. Sementara dana yang tersedia dari dana BOS, kurang lebih Rp2 miliar. Sehingga terdapat kekurangan Rp3,6 miliar.

Sekolah Minta Sumbangan ke Wali Murid

Untuk menutupi kekurangan itu, Komite SMA Negeri 1 Mataram melakukan penggalangan dana kepada wali murid dalam bentuk sumbangan.

“Di bulan Agustus sudah mengundang semua orang tua untuk menjelaskan ini. Karena BPP sudah tidak berlaku, sesuai kondisi sekolah, kita mengeluarkan surat edaran penggalangan dana,” jelasnya.

Jika menggunakan aturan lama, pungutan BPP sudah ditentukan besarannya. Untuk SMA BPP per siswa maksimal Rp150.000 per bulan. Sementara, untuk SMK Rp200.000 per bulan.

“Dalam edaran gubernur menyebutkan, jika sekolah kekurangan dana maka sekolah bisa mengajukan sumbangan, baik ke masyarakat maupun ke orang tua siswa,” jelasnya.

BPP ini, lanjut Burhanudin, tidak ditentukan nominal dan batas waktu pembayarannya. Artinya, bergantung keikhlasan wali murid. Hal ini berdasarkan instruksi dalam Surat Edaran Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal.

“Yang namanya sumbangan tidak ditetapkan nominal dan batas waktu pembayarannya,” ujarnya.

Meski terdapat larangan pungutan BPP ini, Burhanudin menegaskan, tidak akan mengganggu proses belajar mengajar di sekolah. Apalagi menyebabkan prestasi siswa menurun.

“Prestasi siswa kita tetap pertahankan, tidak boleh hanya gara-gara anggaran berkurang, prestasi siswa menurun,” ucapnya.

Dinas Bolehkan Sekolah Minta Sumbangan

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Lalu Hamdi menegaskan, dalam surat edaran gubernur tegas melarang sekolah melakukan pemungutan BPP dengan alasan apa pun. Yang boleh hanya sumbangan.

“Itu (sumbangan) tidak melanggar. Moratorium itu melarang pungutan, tetapi kalau sumbangan boleh. Di SE Gubernur juga pungutan diganti dengan sumbangan,” jelas Hamdi, Rabu, 15 Oktober 2025.

Dalam konteks sekolah meminta sumbangan kepada orang tua siswa, pihak sekolah tidak boleh mematok berapa nilai sumbangan. Tetapi bergantung keikhlasan dari wali murid.

“Kalau pungutan itu dia dipatok, dan ada tenggat waktu bayar, tetapi kalau sumbangan tidak ditentukan berapa jumlah orang mau nyumbang dan stor. Tergantung dari keikhlasan dari wali murid,” jelasnya.

Sekolah yang ngotot melakukan pemungutan BPP, lanjut Hamdi, akan mendapat sanksi berupa teguran hingga hukuman.

“Kita tegur dulu lah awal-awalnya, kalau terus berulang baru kita kasih hukuman. Namun, setelah sosialisasi kepada sekolah, sekarang ini tidak ada pungutan dari pihak sekolah, sumbangan boleh,” ungkapnya.

Alasan gubernur mengeluarkan moratorium tersebut, lanjutnya, karena ingin mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten untuk tata kelola pungutan. Pada masa transisi ini dalam bentuk sumbangan yang komite sekolah kelola.

“Nanti uang sumbangan yang dihimpun dari wali siswa diserahkan penggunaannya ke sekolah,” ujarnya. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button